Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
AM Lilik Agung
Trainer bisnis

Mitra Pengelola GALERIHC, lembaga pengembangan SDM. Beralamat di lilik@galerihc.com.

Kritiklah Daku Kau Ku-buzzer

Kompas.com - 20/02/2021, 07:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MUSUH terbesar dunia pers saat ini, khususnya pers online melalui jalur media sosial, ialah para buzzer yang nirtanggungjawab kebangsaan yang cerdas dan berkeadaban mulia," cuit Haedar Nashir melalui akun twitter @HaedarNs.

Cuit kerisauan ketua Muhammadiyah bertepatan dengan Hari Pers Nasional 9 Pebruari 2021 memang memiliki relevansi tinggi. Hari-hari ini jagad pembicaraan menyoal tentang pendengung (buzzer) riuh, seriuh cuitan di berbagai kanal media sosial.

Ramai membahana perdebatan menyoal pendengung selaras dengan permintaan dari Presiden Jokowi agar masyarakat lebih aktif menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah.

Permintaan Jokowi tersebut dua kali terjadi. Pada saat peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020 (8/2/2021) dan berlanjut pada peringatan Hari Pers Nasional (9/2/2021).

Soal kritik terhadap kinerja pemerintah, Kwik Kian Gie menambah ramai percakapan tentang pendengung.

“Saya belum pernah setakut saat ini mengemukakan pendapat yang berbeda dengan maksud baik memberikan alternatif. Langsung saja di-buzzer habis-habisan, masalah pribadi diodal-adil."

Kwik kemudian membandingkan ketika zaman Orde Baru ia justru leluasa menjadi pengkritik melalui kolomnya di Kompas. Cuitan Kwik Kian Gie berbalas dengan berbagai tanggapan, baik pro maupun kontra.

Melodrama media sosial

Kehadiran media sosial memang mengubah total perilaku masyarakat, sekaligus mendisrupsi media massa. Media sosial memiliki dua kaki yang sangat kokoh.

Kaki pertama, memberi ruang seluas-luasnya sekaligus sebebas-bebasnya bagi khalayak untuk membuat dan menyebarkan konten-konten informasi. Pun informasi sudah beraneka-rupa, baik berbentuk tulisan, video hingga berbagai infografik yang interaktif sekaligus menarik.

Kaki kedua, media sosial memiliki nilai ekonomi sangat tinggi bagi pemiliknya. Aneka platform yang bisa diakses seluas-luasnya maupun sebebas-bebasnya, ternyata sekaligus memberi ruang seluas-luasnya untuk beriklan.

Dengan kecerdasan buatan yang semakin cerdas dan algoritma yang presisi, beramai-ramai pengiklan memindahkan kanal iklannya ke media sosial. Di Indonesia, media sosial memakan kue iklan antara 70-80 persen dari yang selama ini dinikmati media konvensional.

Kaki pertama ini yang menjadikan pendengung memiliki ruang sekaligus media untuk mendengungkan apa saja. Benar atau salah, berbasis data atau khayalan, terpuji atau tercela, berbaur menjadi satu.

Celakanya media arus utama yang pada dasarnya tetap berpedoman pada kaidah-kaidah jurnalistik yang etis dan presisi, semakin tergerus perannya. Masyarakat meninggalkan media arus utama, berpindah pada media sosial.

Berlimpah-ruah informasi menjadi bermanfaat apabila masyarakat memiliki sikap berpikir kritis. Ada dua pilar utama dari berpikir kritis.

Pertama, kejelasan dan ketepatan. Artinya informasi berlimpah-ruah harus dipilah dan dipilih berdasar pada kejelasan sumber dan ketepatan argumen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com