Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Emerson Yuntho
Pegiat antikorupsi

Pegiat antikorupsi, Wakil Direktur Visi Integritas

Optimalisasi Penerimaan Negara dari Cukai Rokok

Kompas.com - 04/10/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA semester I 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan telah berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp 28,7 triliun. Jumlah ini lebih besar ketimbang tahun 2018, yaitu Rp 500 miliar.

Prestasi ini tak lepas dari langkah KPK yang memperluas fokus pemberantasan korupsi, termasuk pada sisi penerimaan negara (revenue).

Pencegahan korupsi pada sisi penerimaan negara menjadi penting karena berdampak pada penerimaan negara serta kualitas pelayanan publik.

Berdasarkan data Litbang KPK, pengelolaan keuangan negara yang dijalankan secara benar dan transparan mampu meningkatkan penerimaan negara hingga Rp 4.000 triliun setiap tahun.

Faktanya, Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa realisiasi pendapatan negara pada 2018 "hanya" mencapai Rp 1.942,3 triliun atau sekitar setengah dari potensi sesungguhnya.

Oleh karenanya, langkah pencegahan korupsi dengan memperluas fokus penerimaan negara oleh KPK sudah selayaknya mendapat dukungan dari banyak pihak.

KPK dituntut untuk senantiasa jeli melihat potensi-potensi kebocoran dari penerimaan negara yang masih berlangsung hingga saat ini.

Salah satu sumber penerimaan negara yang layak menjadi perhatian KPK adalah penerimaan yang berasal dari cukai hasil tembakau atau lebih dikenal dengan cukai rokok.

Cukai rokok memberikan kontribusi cukup siginifikan terhadap penerimaan negara, yaitu sekitar 10 persen dari seluruh penerimaan negara.

Pada 2019, pemerintah mematok target penerimaan dari cukai rokok sebesar Rp 158 triliun dan tahun 2020 sebanyak Rp 173 triliun.

Pada 2018, KPK sesungguhnya mulai melihat potensi hilangnya penerimaan negara dari cukai rokok.

Hasil kajian KPK tentang optimalisasi penerimaan negara di kawasan perdagangan bebas di Batam menemukan bahwa kebijakan insentif rokok di kawasan tersebut menyebabkan indikasi penyalahgunaan dan ketidaktepatan pembebasan cukai atas 2,5 miliar batang rokok sebesar Rp 945 miliar.

Dari temuan tersebut, pada Februari 2019, KPK mengirimkan rekomendasi agar pemerintah mencabut insentif fiskal terhadap rokok di Kawasan Perdagangan Bebas Batam.

Rekomendasi ini kemudian ditindaklanjuti pada 17 Mei 2019 oleh Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan dengan mencabut insentif tersebut dan memberlakukan kebijakan cukai rokok di seluruh kawasan perdagangan bebas.

Keberhasilan mencegah hilangnya penerimaan negara dari cukai rokok, seperti terjadi di kawasan perdagangan bebas Batam, layak mendapat apresiasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com