MELIHAT Aremania dan Arema, tidak bisa melihat hanya sepak bola. Apalagi hanya melihat menang-kalah.
Jika hanya menang dan kalah, jarang orang yang mau mendukung Arema (atau klub medioker atau bahkan papan bawah lain) karena prestasinya tidak sementereng klub lain.
Pada tahun 2022 ini, Arema sudah dua kali kalah di stadion Kanjuruhan, termasuk salah satunya lawan Persib Bandung yang selama 12-an tahun terakhir dianggap salah satu rival Arema. Jangankan kalah-menang, fakta bahwa pada tahun 2003 Arema terdegradasi ke kasta kedua pun tidak membuat fanatisme Aremania berkurang.
Baca juga: Aremania: Gas Air Mata Rasanya Perih, Sesak Napas, Apa Itu Bukan Penyebab Kematian?
Boleh cek data (kalau ada datanya), penonton terbanyak Liga Pertamina (kasta kedua) 2004 ada di klub mana? Secara kasat mata, tribun Stadion Gajayana pada masa itu masih padat meski Arema main di kasta kedua dan main pada sore hari.
Arema bermakna luas bagi orang Malang, Jawa Timur. Bukan cuma soal sepak bola apalagi hanya menang dan kalah.
Hadirnya Arema sebagai klub swasta dengan kantong pas-pasan, menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap hegemoni penguasa. Arema dianggap sebagai klub plat kuning, klub milik masyarakat. Sementara Persema (Persatuan Sepakbola Malang) dianggap sebagai klub penguasa, klub plat merah.
Persema dengan kucuran dana dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) berbanding terbalik dengan Arema yang harus menghidupi diri dari tiket dan sponsor, sesuatu yang masih belum "lazim" terjadi di klub-klub sepak bola Indonesia tahun 1987 sampai medio 2000-an, saat sumber dana klub mayoritas dari APBD dan perusahaan.
Perbedaan perlakuan terhadap Persema dengan Arema bukan membuat Arema tenggelam, tetapi justru membuat pendukungnya semakin banyak.
Aremania jugalah yang turut menjaga Kota Malang dari kerusuhan di tahun 1998 ketika banyak kota besar di Jawa "membara" namun Malang tetap terjaga.
Aremania juga yang di tahun 1997 memulai transformasi suporter Indonesia dari yang kerjanya tawuran dan merusuh, menjadi berkreasi di tribun.
Adalah Juan Rubio (pemain asing Arema asal Cile) yang menularkan virus suporter kreatif kepada Aremania saat yang bersangkutan, selain menceritakan, juga membawakan video-video kreasi suporter Cile, negara asal pemain tersebut.
Contoh paling nyata adalah lagu "Ayo Arema" yang kemudian dipakai suporter Indonesia menjadi "Yo Ayo Garuda, sore ini kita harus menang".
Kedua lagu tersebut berasal dari lagu "Vamos Chileon" milik suporter Cile. Tak percaya? Tonton saja laga kandang Cile, pasti ada lagu tersebut.
Baca juga: TGIPF Kantongi Barang Bukti dan Informasi Penting dari Aremania Terkait Tragedi Kanjuruhan
"Pembaptisan" Aremania menjadi suporter nasional kreatif seingat saya terjadi pada 8 Besar Liga Indonesia tahun 2000 ketika ribuan Aremania yang ke Jakarta mendapat simpati publik Jakarta dan nasional karena sikapnya yang seakan berkebalikan dengan citra suporter sepak bola.
Virus suporter kreatif (dan cinta damai) kemudian menular ke banyak kelompok suporter lain.