KOMPAS.com - Babak gugur Liga Champions atau UEFA Champions League (UCL) bergulir dengan sistem dua leg. Artinya, setiap tim akan merasakan menjadi tuan rumah dan tim tamu.
Bersamaan dengan sistem dua leg pada babak gugur Liga Champions, pemenang akan ditentukan lewat total skor dua pertandingan alias agregat.
Apa itu agregat? Agregat adalah jumlah skor setelah dua tim yang sama melakukan pertandingan kandang dan tandang.
Sebagai contoh, Real Madrid menang 3-1 atas Chelsea di Stamford Bridge. Kemudian mereka kalah 2-3 di Santiago Barnabeu.
Baca juga: Apa Itu Agregat dalam Sepak Bola?
Maka agregat Real Madrid vs Chelsea adalah 5-4. Sehingga, Madrid berhak melaju ke babak selanjutnya di Liga Champions.
Sejak tahun 1965 hingga 2021, terdapat aturan gol tandang jika terjadi hasil imbang dalam agregat atau total gol dalam sistem dua leg.
Namun, sejak musim 2021-2022, aturan gol tandang dihapuskan oleh FIFA untuk semua kompetisi termasuk Liga Champions bahkan Piala AFF.
Alasannya, gol tandang membuat tim yang unggul pada leg pertama akan bermain bertahan pada leg kedua.
Baca juga: Kenapa UEFA Menghapus Aturan Gol Tandang di Liga Champions dan Liga Europa?
Hal tersebut dinilai mengurangi sportivitas dalam sebuah pertandingan sepak bola.
Pengertian gol tandang adalah gol yang diciptakan sebuah tim ketika bertandang ke markas lawan dalam pertandingan sistem dua leg atau home-away.
Gol tandang dinilai lebih berbobot dibanding gol di markas sendiri.
Sehingga, jika agregat menunjukkan hasil imbang, maka penentuan pemenang menggunakan banyaknya jumlah gol tandang.
Contohnya, partai perempat final Liga Champions 2020/2021 antara PSG melawan Bayern Muenchen.
Baca juga: Aturan Gol Tandang
Pada leg pertama, laga Bayern Muenchen vs PSG berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan PSG.
Artinya, PSG memiliki modal satu kemenangan ditambah 3 gol tandang dalam agregat sementara 2-3.