KOMPAS.com - Majalah Ring baru menaikkan kembali artikel Muhammad Ali dari edisi mereka pada Februari 1975. Ketika itu, Muhammad Ali bercerita soal pertarungan terbesar dan tersulit yang pernah ia hadapi.
Muhamad Ali memulai artikel tersebut dengan mengutarakan bahwa sulit baginya mencari satu pertarungan yang ia anggap sebagai tersulit.
Baginya, setiap pertarungan yang ia hadapi adalah duel-duel susah melawan oposisi tangguh.
"Saya memiliki terlalu banyak tonggak di karier saya untuk bisa memilih pertarungan berdasarkan tingkat kepentingan mereka," ujarnya ketika itu.
Menurut Ali, tantangan terbesar dalam kariernya datang saat ia menghadapi George Foreman di Kinshasa, Zaire (kini Republik Demokratik Kongo), pada 30 Oktober 1974.
Pada pertarungan bertajuk Rumble in the Jungle tersebut, Muhammad Ali berhasil menundukkan juara tinju tak terbantahkan (undisputed) kelas berat, George Foreman.
Baca juga: Hernan Crespo Kenang Inter:10 Hari Setelah Beli Rumah di Milan, Saya Dijual
Ali mengutarakan kalau pertarungan di iklim tropis yang bergulir pukul 4 pagi waktu lokal (agar audiens di pesisir timur Amerika Serikat dapat menontonnya pukul 10 malam) tersebut menghadirkan tantangan tetapi bukanlah laga tersulitnya.
"Mungkin tak ada tantangan lebih besar sepanjang karier saya dari menghadapi George Foreman di Zaire. Anehnya, walau mendapatkan kembali gelar-legar saya, akan menjadi salah satu momen paling mengasyikkan dalam hidup, partai ini bukan laga terberat saya," ujarnya.
"Pertarungan tersulit saya adalah menghadapi Sonny Liston, ketika memenangi gelar pada 1964."
Ia mengaku sebagai penggemar Liston semasa muda.
"Liston punya jab brilian, dapat memukul dengan kedua tangan, pintar di ring dan sekuat petarung-petarung kelas berat lain," ujarnya.
Baca juga: Pada Akhirnya, Gaji Scottie Pippen Lebih Besar dari Michael Jordan
"Saya underdog dan bertingkah gila saat menimbang badan, semua pasti mengira saya takut setengah mati."
Petinju yang masih memakai nama Cassius Clay saat duel ini berlangsung bercerita bagaimana Sonny Liston terus mengincarnya dan tampil agresif sejak awal.
"Mata saya mulai terbakar memasuki ronde keempat. Akhirnya, saya tak bisa lihat sama sekali setelah kembali ke pojok. Saya pikir Liston punya sesuatu di sarungnya," ujarnya.
"Sang pelatih lalu mengecek pojokan Liston, berbicara dengan wasit, dan berupaya mengulur waktu."