Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com- Gugatan yang dilakukan Bambang Tri Mulyono kepada Presiden Joko Widodo atas tuduhan ijazah palsu menyedot perhatian publik belakangan ini.
Baru-baru ini, di media sosial muncul sebuah video yang menyebutkan bahwa Jokowi digugat Rp 62 miliar terkait kasus ijazah palsu.
Setelah ditelusuri, narasi tersebut tidak benar dan salah konteks. Video yang beredar itu tidak terkait dengan gugatan ijazah palsu Jokowi.
Narasi yang menyebutkan bahwa Jokowi digugat Rp 62 miliar karena ijazah palsu dibagikan oleh akun Facebook ini.
Akun tersebut membagikan sebuah video berdurasi 14 menit 58 detik. Dalam video tersebut terdapat klip yang menunjukkan seorang laki-laki tengah menunjukkan sebuah dokumen yang disebut sebagai surat utang negara.
Dalam keterangannya pengunggah video menuliskan keterangan:
BUNTUT IJAZAH PALSU, PRESIDEN JOKOWI DI GUGAT HUTANG 62 MILLIYAR ??? | VIRAL HARI INI
Fakta mendasar yang perlu diketahui, saat ini Bambang Tri Mulyono, orang yang menggugat Jokowi terkait ijazah palsu telah mencabut gugatan itu.
Melalui kuasa hukumnya yakni Ahmad Khozinudin, Bambang mencabut gugatan itu pada Kamis (27/10/2022).
Terkait narasi tentang Jokowi yang digugat Rp 62 miliar karena ijazah palsu sampai saat ini tidak ada informasi yang kredibel.
Setelah ditelusuri, beberapa klip di dalam video tidak terkait dengan gugatan dugaan ijazah palsu Jokowi.
Beberapa klip video identik dengan yang ada di YouTube Kompas.com ini. Video tersebut berjudul, Jokowi Digugat Bayar Utang Pemerintah Rp 60 Miliar.
Gugatan tersebut yakni terkait utang negara pada 1950 kepada salah satu pengusaha bernama Lim Tjiang Poan. Hardjanto Tutik yang merupakan anak Lim Tjiang Poan menggugat Presiden Jokowi terkait utang Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1950.
Selain Presiden Joko Widodo, Hardjanto juga menggugat Menteri Keuangan dan DPR RI ke Pengadilan Negeri Padang.
Sehingga dapat dipastikan narasi yang menyebut bahwa Jokowi digugat Rp 62 miliar karena ijazah palsu tidaklah benar adan salah konteks.