KOMPAS.com - Selama pandemi Covid-19, berbagai hoaks, disinformasi, serta misinformasi mengenai vaksinasi beredar di jagat maya. Kabar keliru itu muncul di media sosial, bahkan yang lebih pribadi yaitu masuk melalui pesan singkat di perangkat kita.
Tidak hanya mengenai vaksin Covid-19, sejumlah kabar bohong mengenai vaksinasi yang terjadi sebelum terjadinya pandemi akibat virus corona juga beredar.
Salah satunya adalah mengenai vaksin antraks. Adapun sebuah film dokumenter tentang Perang Teluk yang disutradarai oleh Scott Miller kerap digunakan untuk menguatkan narasi disinformasi terkait vaksinasi.
Film itu mengeklaim bahwa vaksin antraks membahayakan jiwa para tentara di Amerika Serikat. Disebutkan di dalam film itu bahwa 35.000 tentara yang menerima vaksin antraks saat Perang Teluk kemudian meninggal dunia akibat efek vaksin tersebut.
Film yang berjudul Vaccines Syndrome itu diluncurkan pada 17 Januari 2017. Film ini menjadi salah satu dokumenter dari sekumpulan film dalam program "Vaccines Revealed" yang tayang selama 10 hari pada Januari 2017.
Scott Miller juga sebelumnya telah menyutradari film sejenis, salah satunya A Soldier's Story: Fatal Immunity (2013).
Dilansir dari Snopes.com, film dokumenter Vaccines Syndrome menyebutkan bahwa kewajiban vaksin antraks terhadap para prajurit Amerika Serikat menyebabkan setidaknya 35.000 veteran AS meninggal akibat efek vaksin.
Namun, dokumenter itu merupakan disinformasi, sebab hingga saat ini tidak ada bukti yang mendukung pernyataan tersebut.
Dilansir dari History.com, kabar ini bermula sejak terjadinya Perang Teluk antara 1990-1991, saat AS dan pasukan Sekutu berkonfrontasi dengan Irak yang berupaya menginvasi Kuwait.
Pada Februari 1991 Irak semakin terdesak. Sebagian tentara mereka tertangkap atau kabur, dan Amerika Serikat (AS) mengumumkan gencatan senjata.
Saddam Hussein yang sebelumnya mengeklaim telah menguasai Kuwait, akhirnya harus mengakui kedaulatan negeri kaya minyak bumi itu.
Vaksinasi antraks diberikan AS kepada para tentaranya untuk menghindari digunakannya serangan senjata biologi berupa virus antraks, yaitu B anthracis, dalam peperangan.
Scott Miller kemudian mengaku membuat dokumentasi berdasarkan sumber riset Pemerintah AS yang terbit pada 2008, berjudul: "Gulf War Illness and the Health of Gulf War Veterans: Scientific Findings and Recommendations".
Laporan itu menjelaskan beberapa penyebab masalah kesehatan pada veteran Perang Teluk. Akan tetapi, tidak disebutkan adanya 35.000 orang meninggal dunia akibat efek samping setelah kewajiban menerima vaksin antraks.
Gulf War Illness atau Penyakit Perang Teluk merupakan kondisi kesehatan serius yang mempengaruhi setidaknya seperempat dari 697.000 veteran AS yang bertugas dalam perang itu.