Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tantan Hermansah
Dosen

Pengajar Sosiologi Perkotaan UIN Jakarta

Aroganisme di Masyarakat Kota

Kompas.com - 26/04/2024, 09:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Memperkuat hal di atas, penerapan hukum haruslah menjadi prioritas utama, tanpa pandang bulu dalam menindak pelanggaran sosial. Kaidah semua sama di depan hukum, harus benar-benar hadir dan terlihat di masyarakat.

Kedua, penting untuk memahami bahwa aroganisme bukanlah gejala yang muncul secara spontan, tetapi sering kali dipicu oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks.

Misalnya, ketidaksetaraan ekonomi yang signifikan dapat menciptakan kesenjangan antara individu atau kelompok, memunculkan sikap superioritas dan dominasi sebagai upaya untuk mempertahankan posisi yang dianggap lebih tinggi.

Selain itu, budaya korupsi yang meluas dalam struktur kekuasaan dapat merangsang perilaku aroganisme, di mana orang-orang yang berada di puncak hierarki merasa kebal terhadap hukum dan etika.

Ketiga, dalam konteks Indonesia, dinamika budaya dan tradisi sosial juga turut memengaruhi munculnya aroganisme.

Misalnya, adanya budaya hierarki yang kuat di masyarakat Indonesia dapat membuat seseorang merasa berhak untuk menunjukkan dominasi atas individu atau kelompok yang dianggap lebih rendah statusnya.

Selain itu, faktor-faktor seperti kekayaan materi, status sosial, dan kedudukan politik juga sering menjadi pemicu utama dalam perilaku arogan.

Keempat, penting untuk diingat bahwa aroganisme tidak hanya memiliki dampak pada tingkat individual, tetapi juga pada struktur sosial secara keseluruhan.

Perilaku arogan yang tidak ditindaklanjuti dengan tegas dapat memperkuat ketidaksetaraan dan menciptakan lingkungan yang tidak sehat bagi demokrasi dan keadilan sosial.

Ketika aroganisme menjadi semakin merajalela, hal ini dapat mengancam stabilitas sosial dan menghambat proses pembangunan yang berkelanjutan.

Kelima, karena itu penanganan terhadap aroganisme memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terpadu.

Selain penerapan hukum yang tegas dan adil, perlu juga dilakukan upaya-upaya pencegahan melalui pendidikan dan kesadaran masyarakat.

Membangun budaya yang menghargai kerja sama, empati, dan rasa tanggung jawab sosial dapat menjadi langkah awal dalam mengatasi akar permasalahan aroganisme.

Keenam, penguatan institusi yang independen dan akuntabel juga penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan perlindungan bagi semua warga negara.

Pemerintah, lembaga masyarakat sipil, dan sektor swasta perlu bekerja sama dalam membangun sistem yang transparan dan akuntabel.

Dengan demikian, setiap individu merasa diperlakukan secara adil dan setiap pelanggaran terhadap norma sosial dan hukum bisa ditindak dengan cepat dan efektif.

Melalui kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita dapat menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh fenomena aroganisme.

Perilaku arogan bukanlah ciri dari peradaban yang beradab, dan hanya dengan upaya bersama kita dapat mencegahnya merusak kesejahteraan sosial masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Kategori Warung Makan yang Boleh Pakai Elpiji 3 Kg Subsidi, Apa Saja?

Kategori Warung Makan yang Boleh Pakai Elpiji 3 Kg Subsidi, Apa Saja?

Tren
Wabah Infeksi Salmonella Merebak di AS, FDA Tarik Produk Mentimun

Wabah Infeksi Salmonella Merebak di AS, FDA Tarik Produk Mentimun

Tren
Usai Kirim Balon Sampah, Korut Buka Lahan 40 Km dari Perbatasan Korsel

Usai Kirim Balon Sampah, Korut Buka Lahan 40 Km dari Perbatasan Korsel

Tren
Kenapa Pintu Pesawat Berada di Sisi Kiri? Ini Sejarah dan Alasannya

Kenapa Pintu Pesawat Berada di Sisi Kiri? Ini Sejarah dan Alasannya

Tren
Teringat Kasus Jessica Wongso, Otto Hasibuan Beri Bantuan Hukum Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Teringat Kasus Jessica Wongso, Otto Hasibuan Beri Bantuan Hukum Terpidana Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Tren
Jadwal Puasa Zulhijah, Tarwiyah, dan Arafah Jelang Idul Adha 2024

Jadwal Puasa Zulhijah, Tarwiyah, dan Arafah Jelang Idul Adha 2024

Tren
Profil Ilham Habibie, Direkomendasikan Maju Pilkada Jabar oleh Nasdem

Profil Ilham Habibie, Direkomendasikan Maju Pilkada Jabar oleh Nasdem

Tren
Curhat Jokowi, Mengaku Bingung Saat Cari Tempat Makan di IKN

Curhat Jokowi, Mengaku Bingung Saat Cari Tempat Makan di IKN

Tren
Benarkah Jokowi Melarang Kaesang Maju Pilkada Jakarta 2024?

Benarkah Jokowi Melarang Kaesang Maju Pilkada Jakarta 2024?

Tren
Deretan Jenderal Polisi yang Duduki Jabatan Sipil 2024, Terbaru Irjen Risyapudin Nursin

Deretan Jenderal Polisi yang Duduki Jabatan Sipil 2024, Terbaru Irjen Risyapudin Nursin

Tren
Starlink Elon Musk Masuk Pedalaman Brasil, Dikeluhkan Tetua Suku Bikin Anak Muda Malas

Starlink Elon Musk Masuk Pedalaman Brasil, Dikeluhkan Tetua Suku Bikin Anak Muda Malas

Tren
Bukan karena Cobek dan Ulekan Batu, Ini Penyebab Munculnya Batu Ginjal

Bukan karena Cobek dan Ulekan Batu, Ini Penyebab Munculnya Batu Ginjal

Tren
Kisah Bayi 2 Hari Alami Radang Otak Usai Dicium Pembawa Herpes

Kisah Bayi 2 Hari Alami Radang Otak Usai Dicium Pembawa Herpes

Tren
Cerita Rokiah, Jemaah Haji Difabel Indonesia yang Berangkat Seorang Diri, Kini Bertemu Sahabat Baru

Cerita Rokiah, Jemaah Haji Difabel Indonesia yang Berangkat Seorang Diri, Kini Bertemu Sahabat Baru

Tren
Turis Digigit Monyet Saat Berkunjung ke Monkey Forest Ubud, Mengaku Suntik Antirabies Rp 97 Juta

Turis Digigit Monyet Saat Berkunjung ke Monkey Forest Ubud, Mengaku Suntik Antirabies Rp 97 Juta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com