Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menakar Peluang Terwujudnya Hak Angket yang Diwacanakan terkait Dugaan Kecurangan Pemilu 2024...

Kompas.com - 21/02/2024, 14:15 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dugaan kecurangan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 memunculkan wacana penggunaan hak angket DPR RI.

Wacana tersebut awalnya disuarakan oleh calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang meminta partai pengusungnya, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengajukan hak angket.

"DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar, Senin (19/2/2024).

Calon presiden (capres) nomor urut 01, Anies Baswedan pun menyambut ajakan pengajuan hak angket DPR dengan baik. Dia juga yakin partai pengusungnya akan terlibat.

"Kami yakin bahwa Koalisi Perubahan, Partai Nasdem, partai PKB, partai PKS akan siap untuk bersama-sama," ujarnya, Selasa (20/2/2024).

Lantas, bagaimana potensi hak angket DPR ini bisa diajukan?

Baca juga: Mengenal Hak Angket DPR RI, Syarat, dan Fungsinya


Bisa berujung pada pemberhentian presiden

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan, hak angket perlu diusulkan partai dalam fraksi DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

"Hak angket sebagai mekanisme yang sah diatur dalam undang-undang, tentu diperkenankan saja (diusulkan DPR)," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/2/2024).

Feri menyebutkan, pengajuan hak angket DPR dapat mengubah banyak hal, terutama berkaitan dengan kinerja pemerintah dan hasil Pemilu 2024.

Jika usulan hak angket DPR diterima, lanjut dia, hal tersebut dapat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) diberhentikan apabila terbukti terlibat.

Namun, Feri menilai bahwa pengajuan hak angket ini penting untuk memberikan pandangan  lebih jernih kepada masyarakat tentang kebenaran di balik pelaksanaan Pemilu 2024.

"Tergantung PDI-P dan PPP (apakah) akan membiarkan produksi kekacauan negara ini terus terjadi dan membenarkan hal yang tidak sesuai pagar konstitusi," serunya.

Feri menuturkan, partai politik yang menempati kursi di parlemen juga perlu mengajukan hak angket sebagai bentuk pengabdian dalam melindungi konstitusi dan menjalankan fungsinya.

Menurutnya, pengambilan hak angket juga tidak akan merugikan partai secara politik, karena diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Baca juga: Cara Hitung Jatah Kursi Partai di DPR dan DPRD dalam Pemilu 2024

Butuh proses panjang

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Utut Adiyanto (kedua kiri) dan Bambang Soesatyo (kiri) menerima tanggapan tertulis dari fraksi-fraksi DPR saat Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Rapat paripurna tersebut membahas RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPRD (UU MD3), serta RUU tentang Perubahan Atas UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Utut Adiyanto (kedua kiri) dan Bambang Soesatyo (kiri) menerima tanggapan tertulis dari fraksi-fraksi DPR saat Rapat Paripurna Masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019). Rapat paripurna tersebut membahas RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPRD (UU MD3), serta RUU tentang Perubahan Atas UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Terpisah, ahli Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Mohammad Novrizal mengatakan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 bisa menjadi alasan hak angket diusulkan ke DPR.

Halaman:

Terkini Lainnya

Mungkinkah 'Psywar' Penonton Pengaruhi Hasil Akhir Pertandingan Sepak Bola?

Mungkinkah "Psywar" Penonton Pengaruhi Hasil Akhir Pertandingan Sepak Bola?

Tren
Asal-usul Nama Borneo, Sebutan Lain dari Pulau Kalimantan

Asal-usul Nama Borneo, Sebutan Lain dari Pulau Kalimantan

Tren
Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Tren
Kronologi Bos Rental Mobil Asal Jakarta Dikeroyok hingga Tewas di Pati

Kronologi Bos Rental Mobil Asal Jakarta Dikeroyok hingga Tewas di Pati

Tren
Nilai Tes Ulang Rekrutmen BUMN Lebih Rendah dari yang Pertama, Masih Berpeluang Lolos?

Nilai Tes Ulang Rekrutmen BUMN Lebih Rendah dari yang Pertama, Masih Berpeluang Lolos?

Tren
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024

Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024

Tren
Teka-teki Penguntitan Jampidsus yang Belum Terjawab dan Kemunculan Drone di Atas Gedung Kejagung

Teka-teki Penguntitan Jampidsus yang Belum Terjawab dan Kemunculan Drone di Atas Gedung Kejagung

Tren
Viral Video Sekuriti Plaza Indonesia Disebut Pukuli Anjing Penjaga, Ini Kata Pengelola dan Polisi

Viral Video Sekuriti Plaza Indonesia Disebut Pukuli Anjing Penjaga, Ini Kata Pengelola dan Polisi

Tren
Tiket KA Blambangan Ekspres Keberangkatan mulai 18 Juni 2024 Belum Bisa Dipesan, Ini Alasannya

Tiket KA Blambangan Ekspres Keberangkatan mulai 18 Juni 2024 Belum Bisa Dipesan, Ini Alasannya

Tren
Panglima Sebut TNI Bukan Lagi Dwifungsi tapi Multifungsi ABRI, Apa Itu?

Panglima Sebut TNI Bukan Lagi Dwifungsi tapi Multifungsi ABRI, Apa Itu?

Tren
Beredar Uang Rupiah dengan Cap Satria Piningit, Bolehkah untuk Bertransaksi?

Beredar Uang Rupiah dengan Cap Satria Piningit, Bolehkah untuk Bertransaksi?

Tren
Laporan BPK: BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Ada Indikasi 'Fraud'

Laporan BPK: BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Ada Indikasi "Fraud"

Tren
5 Perempuan Pertama di Dunia yang Menjadi Kepala Negara, Siapa Saja?

5 Perempuan Pertama di Dunia yang Menjadi Kepala Negara, Siapa Saja?

Tren
Bingungnya Keluarga Vina, Dulu Minim Saksi, Kini Banyak Bermunculan

Bingungnya Keluarga Vina, Dulu Minim Saksi, Kini Banyak Bermunculan

Tren
Profil Gudfan Arif, Bendahara Umum PBNU yang Bakal Pimpin Perusahaan Tambang NU

Profil Gudfan Arif, Bendahara Umum PBNU yang Bakal Pimpin Perusahaan Tambang NU

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com