Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak soal Masyarakat Percaya Hoaks Taylor Swift Berterima Kasih ke Prabowo, Ini Kata Pakar

Kompas.com - 07/02/2024, 13:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Sebagai makhluk yang menempati posisi teratas, jumlah macan pasti paling sedikit, diikuti rusa, serta rumput yang jumlahnya paling banyak di antara tingkatan piramida lain.

Alfons mengibaratkan pengguna internet dengan kemampuan tinggi memiliki jumlah paling sedikit layaknya jumlah macan.

"Ini mengerti banget soal IT (teknologi informasi) dan sulit ditipu, atau malah ini penipunya," kata dia.

Di posisi tengah ada pengguna internet dengan kemampuan sedang yang jumlahnya agak banyak, seperti halnya rusa.

Menurut Alfons, pengguna jenis ini cukup mengerti IT, tetapi masih dapat tertipu soceng (penipuan dengan rekayasa sosial) yang canggih.

Terakhir, pengguna internet dengan kemampuan rendah berjumlah paling banyak seperti rumput.

"Skill rendah sama dengan rumput, paling banyak. Nah ini masyarakat umum pengguna internet yah itu ibaratnya rumput," ungkap Alfons.

Dengan kemampuan teknologi informasi rendah, kategori pengguna internet paling banyak ini mudah mempercayai apa pun yang disebarkan.

"Karena itulah maka fake news (berita palsu) mudah menyebar dan dipercayai," sambungnya.

Baca juga: Beredar Video Surat Suara di Taiwan Sudah Dicoblos, KPU: Diduga Hoaks

Algoritma media sosial mendukung pilihan pengguna

Di sisi lain, Alfons menerangkan, terdapat psikologi manusia dalam mengonsumsi suatu konten atau berita.

Menurutnya, pada dasarnya orang yang mengonsumsi konten mudah sekali percaya apa yang diyakini benar, sekali pun informasinya meragukan atau tidak benar.

"Jadi misalnya kita pendukung 02, lalu mendapatkan informasi yang mendukung 02 atau menjelekkan calon lain, secara psikologis kita akan lebih mudah percaya kepada konten-konten seperti itu," papar Alfons.

Bahkan, celakanya, algoritma di media sosial saat ini bekerja untuk memanfaatkan informasi tersebut.

Sebagai contoh, lini masa media sosial akan mendukung salah satu pendukung pasangan calon yang sering kali mengakses konten terkait pilihannya.

Dukungan tersebut dalam bentuk kemunculan konten atau berita serupa yang ditampilkan dan disarankan kepada pengguna, termasuk konten hoaks.

"Pada umumnya algoritma akan bekerja seperti itu. Akan mencari konten yang mirip, serupa, kreator konten yang serupa lalu disarankan kepada pengguna media sosial," kata dia.

Oleh karena itu, perlu tindakan dari pemerintah, baik dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) untuk menyetop penyebaran berita bohong terutama di tengah penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Mungkin ada tim khusus kalau bisa Bawaslu dan Kemenkominfo yang melakukan patroli siber atas konten-konten yang merusak dan segera bertindak melakukan pelaporan atau koordinasi dengan penyedia layanan media sosial," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com