Peneliti menggunakan tiga algoritma pengenalan wajah yang berbeda untuk menentukan tingkat kemiripan para model.
Para peserta penelitian juga mengerjakan kuesioner tentang gaya hidup yang mengungkapkan pekerjaan, pendidikan, dan kebiasaan mereka. Selain itu, juga ada tes dengan sampel air liur untuk analisis DNA.
Hasil penelitian membuktikan, orang yang berwajah mirip memiliki gen, karakter fisik, dan sifat yang serupa.
Di sisi lain, kesamaan wajah ini tidak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal maupun pengalaman hidup seseorang.
Baca juga: Viral, Unggahan Anak Kembar Disebut Bisa Saling Merasakan Hal yang Sama, Benarkah?
Dalam studi yang dilakukan Esteller, tetap ada beberapa keterbatasan dalam proses penelitian.
Keterbatasan ini antara lain ukuran sampel yang kecil, penggunaan gambar hitam-putih 2D, dan kurangnya keragaman di antara peserta.
Namun, ke depannya, ia yakin penelitian ini bisa bermanfaat bagi publik.
Metode pemeriksaan wajah orang yang mirip dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit seseorang. Ini karena orang dengan DNA yang sama mungkin sama-sama rentan terhadap penyakit genetik tertentu.
Selain itu, para peneliti mengatakan temuan ini suatu hari nanti juga dapat membantu penyelidik polisi mengetahui wajah tersangka dari sampel DNA mereka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.