Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhardis
PNS

Saat ini bekerja sebagai periset di Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, BRIN

Bahasa "Asing" di Negara Sendiri

Kompas.com - 20/12/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JANGAN marah dulu! Ada dua hal yang diacu oleh kata "asing" tersebut. Belakangan ini berseliweran informasi terkait bahasa Indonesia nan “terjajah” oleh bahasa Inggris.

Ya, bahasa asing tersebut memang mulai menunjukkan tren-nya di negara bekas jajahan Belanda dan Jepang ini.

Jika merunut sejarah kemerdekaan Indonesia, bahasa Asing yang berhak mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia tentunya bahasa Belanda dan Jepang. Bukankah nenek moyang terdahulu sudah terbiasa dengan bahasa-bahasa tersebut?

Adanya kesepakatan yang menyatakan bahwa bahasa Internasional ialah bahasa Inggris, maka Indonesia pun menggunakan bahasa tersebut dalam hubungannya dengan orang asing yang datang ke Indonesia.

Mengerucut ke kunjungan orang asing ke Indonesia. Kedatangan mereka inilah yang membuat orang Indonesia mau tidak mau menyandingkan kata bahasa Asing tersebut dengan bahasa Indonesia.

Kasus pertama, bandara dan pelabuhan sebagai gerbang kedatangan. Dimaklumi, ya, jika di dua tempat ini terdapat papan pengumuman maupun merek dagang kios yang menggunakan kata berbahasa Asing.

Permasalahan muncul saat kata-kata berbahasa Asing hadir di situasi formal seperti kantor-kantor pemerintahan. Sudah terlalu banyak contoh kata yang disuguhkan.

Pertanyaan pengkritis ialah, mengapa di ruang publik tersebut mesti terdapat kata-kata berbahasa Asing? Apakah tempat-tempat tersebut “sering” disinggahi orang asing?

Kedua, sekolah non-internasional. Maksudnya sekolah-sekolah negeri/swasta yang jelas-jelas bahasa pengantarnya bahasa Indonesia.

Rupanya, penggunaan kata berbahasa Asing bertujuan untuk menunjukkan wibawa dan sekolah yang bermutu internasional meskipun sekolah tersebut bukan sekolah internasional (Solopos, 20/02/22).

Ketiga, lokasi wisata. Sebagian pengkritis “julid” bahwa apakah iya semua tempat wisata dikunjungi wisman?

Bali, misalnya, boleh disebut sebagai pulau yang memang paling banyak menjadi tujuan wisman. Apa kabarnya dengan daerah tujuan wisata yang berada di pelosok?

Lantas, sebegitu pentingkah bahasa Asing dijadikan raja di tempat-tempat yang belum semestinya digunakan? Haramkah?

Sebaliknya, kita lihat dari sisi lain, seandainya bahasa Indonesia yang masih “asing” digunakan di Indonesia.

“Kami mohon agar narasumber membagikan salindia di akhir acara untuk dapat kami pelajari lebih lanjut. Oh ya, pihak panitia, suara narasumber terdengar kecil karena tidak menggunakan pelantang, tetikus pun sepertinya bermasalah.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com