Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fayasy  Failaq
Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UGM

Pemerhati Konstitusi

Geliat Resentralisasi pada Pemekaran Papua

Kompas.com - 26/11/2022, 12:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan revisi UU Otsus itu, selain tergambarkan semakin mudahnya pemekaran daerah Papua dengan upaya legislasi oleh pusat, berpeluang besar juga tereduksinya aspirasi-aspirasi masyarakat daerah yang seharusnya dapat disalurkan dengan baik melalui DPRP dan MRP.

Hal itu terbukti. Pemekaran empat provinsi baru segera dieksekusi pasca-revisi UU Otsus tersebut disahkan.

Fenomena upaya pusat yang amat gigih untuk pemekaran Papua ini pantas disebut sebagai geliat resentralisasi dengan kembalinya dominasi pusat atas daerah.

Corak pemekaran yang lebih sentralistik ini dapat menghasilkan konflik sosial yang buruk. Konflik sosial bisa terjadi karena tidak begitu melibatkan masyarakat daerah.  Selain itu, hal tersebut dapat memicu konflik di daerah-daerah lain yang berhasrat memekarkan provinsinya, tetapi seperti terhambat oleh pemerintah pusat.

Daerah yang cukup berhasrat melakukan pemekaran adalah Provinsi Kepulauan Flores (PKF). Beberapa langkah teknis dan politis sudah ditempuh. Namun respon pusat tidaklah  sekencang wacana pemekaran Papua.

Saat ini, ide pemekaran baru diterima sebatas Rancangan Undang-Undang Provinsi NTT yang merupakan revisi Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 yang disetujui pada rapat kerja DPR tahap I dan belum tentu juga di dalamnya diakomodir ide pemekaran Provinsi Kepulauan Flores.

Mudahnya pemerintah pusat membentuk provinsi baru atas kepentingan politik yang dominan bisa menjadi presen buruk. Ketidakadilan sikap pusat dalam pemekaran daerah dapat memicu protes besar daerah-daerah lain dan hal itu  bisa saja menyebabkan disintegrasi.

Refleksi dan solusi

Secara ideal pemekaran daerah harus ditujukan agar dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dan daerah, harus dapat mengefisienkan birokrasi, serta dapat semakin mengakomodasi aspirasi masyarakat secara lebih baik dengan peran-peran masyarakat di daerah. Pemekaran empat provinsi di Papua juga harus mewujudkan itu di balik problematika yang ditimbulkannya.

Sebagai langkah preventif, agar pemekaran daerah khususnya provinsi tidak menjadi problematis, serta agar mencegah kepentingan politik dan kepentingan pemekaran yang berbeda-beda pada setiap rezim kekuasaan, maka diperlukan aturan hukum yang dapat menjadi blueprint pemetaan daerah di seluruh Indonesia.

Pintu masuk aturan tersebut dapat dimulai dari aturan turunan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengeksekusi potensi-potensi pemekaran daerah melalui pemetaan baik etnis, sosial-budaya, sosial-politik, sosial-ekonomi, dan lain sebagainya.

Pada sisi lain, pemerintah pusat selayaknya harus bersikap lebih sebagai pengontrol pasif dalam upaya pemekaran daerah daripada aktif. Biarlah daerah-daerah saja yang berhasrat dan menyumbangkan aspirasinya dalam masa pemekaran daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com