Haidt mengatakan, penggunaan media sosial memiliki beberapa hubungan dengan depresi dan kecemasan, terutama untuk anak perempuan.
Baca juga: Mendominasi Penduduk Indonesia, Mari Mengenal Generasi Z dan Milenial
Dikutip dari BBC, bukti menunjukkan bahwa generasi yang lebih muda memang memiliki sifat-sifat yang mungkin dianggap oleh generasi sebelumnya sebagai tanda kelemahan.
Kendati demikian, para ahli juga percaya bahwa generasi yang lebih tua cenderung akan memandang generasi berikutnya dengan standar yang lama. Hal ini sudah menjadi seperti norma.
Bahkan, memandang rendah orang dewasa muda adalah naluri bawaan yang sudah lama ada sehingga tidak mungkin untuk dibatalkan.
Peter O’Connor, profesor manajemen di Queensland Institute of Technology, Australia, mengatakan, memandang rendah generasi yang datang merupakan sifat manusia.
"Kecenderungan orang dewasa untuk meremehkan karakter anak muda telah terjadi selama berabad-abad," kata Peter.
Baca juga: Benarkah Anak Mewarisi Sifat Orangtua?
Bagi banyak ahli, hal tersebu ttidak menunjukkan bahwa generasi muda lebih lemah daripada generasi yang lebih tua.
Sebaliknya, hal tersebut hanyalah cara menilai generasi yang dibentuk oleh masyarakat modern dan berfokus pada teknologi dengan standar beberapa dekade yang lalu.
"Generasi sebelumnya diajarkan untuk menindas alih-alih mengekspresikan, tetapi untuk generasi yang lebih baru justru sebaliknya," kata Dr Carl Nassar, seorang profesional kesehatan mental di LifeStance Health.
"Itu menyebabkan keretakan persepsi, dengan generasi yang lebih tua melihat ekspresi ini sebagai tanda kelemahan, karena mereka diajari bahwa kerentanan adalah kelemahan dan bukan kekuatan," imbuhnya lagi.
Nassar percaya bahwa kiasan generasi muda yang lebih lemah sebagian besar bersifat anekdot dan didasarkan pada ketidakcocokan antara bagaimana generasi yang berbeda mengekspresikan masalah mereka.
Baca juga: Kontak Kulit Bayi dan Orangtua, Apa Saja Manfaatnya?