Pengaruh negara lewat militer yang kuat justru mengontrol penerimaan pajak tanah dan pertanian, yang pada akhirnya melemahkan posisi petani dan pedagang pada zaman itu. Madrasah-madrasah yang didirikan banyak menghasilkan ulama-ulama, yang akhirnya digunakan bersama para sultan menekan pengaruh ulama lain yang berbeda aliran.
Hal inilah yang menjadi bukti semakin terpinggirnya kaum intelektual dan pedagang pasca menguatnya aliansi ulama dan penguasa.
Kedua, aliansi ulama dan penguasa melemahkan demokrasi dan menyuburkan praktik-praktik otoritarianisme. Pelemahan demokrasi ini dapat ditelaah dari kondisi kaum intelektual di negara-negara Islam saat ini yang banyak mengalami tekanan politik.
Tidak hanya masjid, otoritas negara mayoritas muslim saat ini banyak mengontrol madrasah maupun lembaga pendidikan lain yang berbasis agama.
Di Turki misalnya, terdapat lebih dari 100.000 masjid yang dikontrol negara. Imam masjid setiap jumatnya hanya dapat menyampaikan khotbah yang teksnya berasal dari otoritas negaranya. Para imam masjid dibatasi ruangnya untuk menyampaikan ajaran alternatif yang mereka percayai.
Di Mesir, sebagian besar masjidnya dikuasai negara. Rektor Universitas Al-Azhar dan pimpinan sekolah-sekolah keagamaan di Mesir sebagian besar adalah ilmuwan sekaligus politisi yang ditunjuk negara, sehingga melemahkan pemikiran kritis para akademisinya.
Di Pakistan, pasal hukum terkait penistaan agama banyak dimanfaatkan untuk memberangus kebebasan berekspresi individu.
Di Iran, berbagai lembaga negara banyak yang dipimpin oleh para mullah (gelar untuk ulama pemimpin). Tentunya, hal-hal tersebut mencerminkan kemunduran demokrasi akibat aliansi ulama dan penguasa, karena agama hanya sekedar dijadikan alat untuk melanggengkan tujuan politik tertentu.
Para politisi ataupun ulama yang menjabat di pemerintahan akan cenderung lebih sulit dikritik, karena disakralkan oleh aturan-aturan agama. Kritikus dapat dilabeli penganut agama yang menyimpang, dikambinghitamkan, bahkan murtad atau kafir.
Ketiga, adanya potensi bagi ulama dan ajaran agama untuk dapat dijadikan sebagai alat justifikasi tindakan penguasa. Pada sekitar abad ke-11, ketika ulama ingin menjustifikasi tindakan penguasa, mereka menggunakan pepatah kaum sasaniyah yang menyatakan bahwa agama dan negara adalah sesuatu yang kembar.
Agama adalah fondasinya, sedangkan negara adalah pelindungnya. Tanpa keduanya, dunia tentu akan hancur. Pepatah ini terus diulang-ulang hingga terkesan seperti hadis dan menjadikan banyak orang percaya bahwa negara dan agama adalah satu kesatuan, padahal tidak demikian.
Hal ini diperparah dengan tafsir keliru terhadap Al Quran yang menganggap muslim harus tunduk pada umara (penguasa), dan akhirnya terkesan seperti perintah agama. Bahkan Ghazali, seorang tokoh intelektual pembuat konsep aliansi ulama-negara itu sendiri, pernah menyerukan bagi muslim untuk berhati-hati dalam memilih pemimpin zalim dan penguasa korup yang cenderung dapat menggunakan metode justifikasi seperti ini.
Sebenarnya, bangsa Indonesia dapat merefleksikan berbagai akibat dari aliansi ulama dan penguasa yang telah terjadi di zaman dahulu, dengan tetap mengedepankan keadilan ataupun pengaruh yang sama di antara berbagai kelas di masyarakat.
Penulis tidak pada posisi mendukung adanya sekularisme. Namun, hal ini semata-mata hanya untuk mencegah dominannya pengaruh pemuka agama dalam lingkup kekuasaan, dan lebih berperan dalam membangun peradaban masyarakat yang bermoral baik.
Kaum intelektual dan penggerak ekonomi harus diberikan ruang lebih. Patut disyukuri bahwa aliansi antara ulama dan penguasa maupun politik rente sumber daya alam (seperti minyak di Timur Tengah) tidak terlalu menjadi permasalahan yang dominan di Indonesia.
Masyarakat harus dapat menonjolkan Islam di Indonesia sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta sekaligus menjaga harmoni dalam keberagaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.