Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Becermin dari Sejarah Aliansi Ulama dan Penguasa

Kompas.com - 20/08/2022, 13:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

POLITIK identitas, yang identik dengan gerakan-gerakan politik berbau Islam, memang bukan sesuatu yang dilarang ataupun diharamkan di Indonesia. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa politik identitas merupakan salah satu penyebab terjadinya polarisasi yang tajam di masyarakat, terutama pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan Pilpres 2019.

Dr Rumadi, Staf Ahli Utama Kantor Sekretariat Presiden, beberapa waktu lalu mengutarakan kekhawatirannya terkait isu itu dalam sebuah forum. Dia menyampaikan bahwa tanpa suatu identitas, manusia tidak akan mungkin bisa hidup. Jika sejak awal Islam dikategorikan sebagai sebuah identitas, maka politik dan agama tentunya tidak mungkin dapat dipisahkan.

Namun menurut dia, saat ini penerapan politik identitas di Indonesia telah kelewat batas dan dapat berpotensi mengancam stabilitas nasional.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, Jokowi: Jangan Ada Lagi Politik Identitas dan Politisasi Agama

Dalam berbagai diskursus terkait permasalahan keterlibatan unsur agama di dunia politik, tentunya dibahas pula mengenai keterlibatan aktor-aktor di dalamnya. Salah satu yang paling disorot adalah terkait adanya relasi antara ulama dengan negara, yang dalam hal ini banyak diinisiasi oleh pejabat pemerintahan.

Secara historis, relasi ini sebenarnya sudah terjadi di berbagai negara sejak lama, tak terkecuali di kawasan Timur Tengah yang merupakan fokus awal peradaban Islam di dunia.

Menurut buku “Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan” karya Ahmet T Kuru, terdapat dua sumber perspektif utama terkait hubungan antara Islam dan negara. Sumber pertama berasal dari tulisan-tulisan karya sarjana Barat terkait pandangan politik para ulama sebelum, selama, dan sesudah abad ke-11, sedangkan yang kedua berasal dari propaganda Islamis.

Kedua sumber tersebut sama-sama menegaskan perlunya penyatuan antara Islam dan negara, serta menolak ide-ide ataupun gagasan negara sekuler. Hal itu meninggalkan warisan sejarah, yang semakin membuat tidak dapat dipisahkannya peran aliansi ulama dan penguasa di suatu negara.

Sayangnya, relasi antara ulama dan penguasa inilah yang menjadi petaka bagi peradaban Islam selama bertahun-tahun. Tesis Ahmet T Kuru di buku yang sama juga mengatakan bahwa selama ini, umat Islam menganggap negara Barat adalah penyebab utama kemunduran peradaban muslim selama berabad-abad lamanya.

Padahal, apabila diteliti kembali secara historis, faktor paling dominan dalam kemunduran peradaban Islam justru disebabkan faktor internal, yaitu aliansi antara ulama dan penguasa.

Pelajaran apa yang dapat dipetik

Lantas, apa yang menyebabkan aliansi antara ulama dan penguasa menjadi faktor utama bagi kemunduran peradaban? Lalu, refleksi apa yang harusnya dapat dipetik oleh bangsa Indonesia dari kemunduran tersebut?

Pertama, aliansi antara ulama dan penguasa pada faktanya justru menyingkirkan pengaruh kaum-kaum intelektual dan borjuis. Dalam tesisnya, Ahmet T Kuru berpendapat bahwa hal yang menjadi game changer berbaliknya kondisi peradaban muslim dan Eropa terletak pada relasi antara kelas keagamaan, politik, intelektual, dan ekonomi.

Ulama, di awal sejarah peradaban Islam menganggap hubungannya dengan raja-raja ataupun penguasa hanya akan bersifat merusak. Di antara abad ke-8 hingga ke-11, para pemuka agama lebih senang bergaul dengan kelompok intelektual, serta kaum pedagang yang memiliki andil besar dalam menggerakan ekonomi.

Hal itu menjadi faktor majunya peradaban Islam pada masa itu, dengan kemerdekaan berpikir yang dinikmati para filsuf dan ilmuwan, berkembangnya perniagaan, serta banyaknya karya teks-teks klasik.

Sebagai komparasi, bangsa Eropa juga mengalami kemajuan peradaban pasca abad kegelapan karena dominasi pengaruh kaum intelektual dan pedagang, yang selanjutnya berkembang hingga zaman renaisans.

Namun pada abad ke-11, terdesaknya kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad akibat kebangkitan bangsa Persia, Turki, dan Kurdi membuat sejumlah ulama dan sultan bersatu untuk menumpasnya. Hal ini membuat kaum intelektual seperti ahli teologi rasionalis dan filsuf dianggap murtad dan terancam hukuman mati.

Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir Kekuasaan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

'Perang' Kesaksian soal Keterlibatan Pegi dalam Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

"Perang" Kesaksian soal Keterlibatan Pegi dalam Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Tren
Pemadanan NIK Jadi NPWP, Ini yang Perlu Dipahami

Pemadanan NIK Jadi NPWP, Ini yang Perlu Dipahami

Tren
Usai Gelar Pesta Pranikah Mewah Anaknya, Mukesh Ambani Tak Lagi Jadi Orang Terkaya Asia

Usai Gelar Pesta Pranikah Mewah Anaknya, Mukesh Ambani Tak Lagi Jadi Orang Terkaya Asia

Tren
Jalan Kaki 30 Menit Membakar Berapa Kalori?

Jalan Kaki 30 Menit Membakar Berapa Kalori?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 3-4 Juni 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 3-4 Juni 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 2-3 Juni | Orang dengan Gangguan Kesehatan Tertentu yang Tak Dianjurkan Minum Air Kelapa

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 2-3 Juni | Orang dengan Gangguan Kesehatan Tertentu yang Tak Dianjurkan Minum Air Kelapa

Tren
Amankah Tidur dengan Posisi Kepala, Badan, dan Kaki Tidak Sejajar?

Amankah Tidur dengan Posisi Kepala, Badan, dan Kaki Tidak Sejajar?

Tren
Parade 6 Planet 3 Juni 2024, Bisa Dilihat Jam Berapa?

Parade 6 Planet 3 Juni 2024, Bisa Dilihat Jam Berapa?

Tren
Kemenag Siapkan 300 Kuota Jemaah Haji untuk Ikuti Safari Wukuf

Kemenag Siapkan 300 Kuota Jemaah Haji untuk Ikuti Safari Wukuf

Tren
Produk yang Tidak Harus Menyertakan Sertifikasi Halal, Apa Saja?

Produk yang Tidak Harus Menyertakan Sertifikasi Halal, Apa Saja?

Tren
Kisah Penerjunan Kucing dengan Parasut, Berjasa Basmi Tikus di Kalimantan

Kisah Penerjunan Kucing dengan Parasut, Berjasa Basmi Tikus di Kalimantan

Tren
Sepanjang Mei, Ada 4 Aturan Baru Pemerintah yang Tuai Kegaduhan Publik

Sepanjang Mei, Ada 4 Aturan Baru Pemerintah yang Tuai Kegaduhan Publik

Tren
Cincin Emas Berusia 2.300 Tahun Ditemukan di Tempat Parkir Yerusalem

Cincin Emas Berusia 2.300 Tahun Ditemukan di Tempat Parkir Yerusalem

Tren
Daftar Ormas Keagamaan yang Kini Bisa Kelola Lahan Tambang Indonesia

Daftar Ormas Keagamaan yang Kini Bisa Kelola Lahan Tambang Indonesia

Tren
Buku Karya Arthur Conan Doyle di Perpustakaan Finlandia Baru Dikembalikan setelah 84 Tahun Dipinjam, Kok Bisa?

Buku Karya Arthur Conan Doyle di Perpustakaan Finlandia Baru Dikembalikan setelah 84 Tahun Dipinjam, Kok Bisa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com