Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Samti Wira Wibawati
Peneliti

Mahasiswa, Dosen dan Tenaga Ahli DPR RI

Peran Intelijen Menangkal Persepsi Ancaman Resesi bagi Indonesia

Kompas.com - 18/08/2022, 11:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEREKONOMIAN dunia masuk dalam kondisi ketidakpastian, terdapat efek domino dari proses pemulihan Covid-19 yang belum usai sampai timbul ancaman resesi bagi negara yang tidak mampu mengembalikan pertumbuhan ekonominya seperti sedia kala. Belum lagi adanya faktor global yang berasal dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China yang dinilai menjadi variabel utama dalam menentukan kondisi perekonomian dunia tahun 2022 dapat bertahan tumbuh positif atau sebaliknya, disamping faktor lain yakni perang Rusia dan Ukraina yang memicu global supply chain disruption.

Fenomena itu membuat IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 dari proyeksi awal sebesar 4,4 persen menjadi hanya 3,6 persen. Dalam beberapa laporan terakhir bahkan bisa sampai 3,2 persen. Mengutip data IMF, proyeksi inflasi di negara maju juga naik dari 3,9 persen ke 5,7 persen dan negara berkembang angka inflasinya melonjak dari 5,9 persen  ke 8,7 persen.

Baca juga: Inflasi Masih 4,94 Persen, Jokowi: Didukung oleh Tidak Naiknya Harga BBM, Elpiji, dan Listrik

AS dan Jerman, contohnya, kini angka inflasi 7 - 7,9 persen. Turki bahkan sampai pada kondisi hyper inflation karena lebih dari 60 persen. Sementara di China angka inflasi hanya 2,5 persen.

Dalam rilis yang dikeluarkan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Agustus 2022 juga disebutkan bahwa prediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 3,1 persen  hingga akhir tahun. Hal ini didasari harga minyak mentah dunia yang sudah melonjak 350 persen sejak April 2020 sampai April 2022.

Kesulitan ekonomi yang dirasakan negara maju juga dirasakan negara miskin dan berkembang. Maka, muncul prediksi bahwa ada 20 negara yang terancam resesi.

Ancaman resesi yang datang karena faktor di atas, tentu juga dipengaruhi variabel ekonomi lainnya. Laporan Visual Capitalist yang berdasarkan analisis Bloomberg menyebutkan, ada empat metrik yang jadi dasar prediksi tersebut yaitu imbal hasil obligasi pemerintah, credit default swap (CDS) periode lima tahun, beban bunga sebagai persentase dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan utang pemerintah sebagai persentase dari PDB.

Contoh nyata adalah Sri Lanka yang menjadi negara bangkrut hingga masalah ekonomi di Sri Lanka berimbas pada kondisi keamanan dan politik.

Bagaimana Indonesia? Jika tidak diantisipasi, kondisi di atas tentu menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia. Namun, dalam berbagai kesempatan disebutkan pemerintah bahwa ancaman resesi masih jauh.

Pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 Indonesia berada diangka 5,44 persen, meski memang utang pemerintah saat ini mencapai Rp 7.123 triliun. Namun angka itu masih dalam rasio batas aman karena masih 38-39 persen dari PDB.

Baca juga: Jokowi: Inflasi Indonesia di Bawah Rata-rata ASEAN dan Negara Maju

 

Indonesia memang sempat terganggu dengan kondisi utang dan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Belum lagi terjadinya inflasi di Juni tahun ini sebesar 4,35 persen yang di atas target pemerintah. Namun, sampai saat ini pemerintah optimis bahwa kondisi ini masih dapat dikendalikan.

Apa peran intelijen?

Sherman Kent memaknai intelijen sebagai satu bentuk pengetahuan, organisasi, dan aktivitas yang tujuan intinya mengumpulkan informasi, menginterpretasi, hingga mengevaluasi informasi sampai didapat nilai strategisnya bagi keamanan nasional. Informasi yang didapatkan harus bersifat cepat dan akurat (velox et exactus) sehingga dapat memenuhi kebutuhan pemimpin nasional, entah sipil atau militer, dalam memformulasikan kebijakan.

Intelijen kemudian memiliki peran sangat penting dalam pranata politik dan keamanan satu negara, terutama dalam mempersepsikan ancaman keamanan yang saat ini pemaknaannya sudah masuk dalam spektrum dan dimensi yang lebih luas.

Negara yang menganut sistem demokrasi atau otoritarian sekalipun akan terus memaksimalkan fitur intelijen dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kondisi yang tidak selalu menguntungkan bagi negara. Sehingga respon cepat dan tepat atas informasi yang didapat dari serangkaian operasi intelijen dalam dan luar negeri menjadi sangat penting.

Baca juga: Kondisi Ekonomi 2023 Diprediksi Lebih Sulit, Mampukah Indonesia Bertahan?

Terlepas dari problematika saat ini tentang adanya politisasi dan depolitisasi intelijen yang seringkali menjadi perhatian dalam studi intelijen, dinamika pelaksanaan operasi intelijen yang menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem bernegara pada dasarnya akan terus mengarah pada tujuan keamanan nasional, ketertiban umum, dan kepentingan nasional, hingga upaya perwujudan perdamaian dunia dengan stabilisasi keamanan di kawasan.

UU Nomor 17 Tahun 2022 tentang Intelijen Negara merupakan regulasi inti pelaksanaan intelijen di Indonesia. Badan Intelijen Negara (BIN) dinyatakan sebagai penyelenggara negara yang memiliki fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan dalam juga luar negeri. Di sampingnya ada lembaga lain seperti Badan Intelijen Strategis TNI, Badan Intelijen dan Keamanan POLRI dan Intelijen Kejaksaan Agung, serta intelijen lain di Kementerian/Lembaga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com