Coba simak, berdasarkan data yang beredar ke publik, dari tiket empat orang wisatawan yang masuk sebesar Rp 15 juta, dana bagi hasil ke Pemerintah Daerah Manggarai Barat dan Provinsi NTT hanya Rp 100.000, sementara untuk biaya konservasi hanya Rp 2 juta. Namun, yang paling besar pembagiannya adalah PT Flobamor sebesar Rp 6 juta.
Baca juga: Mempersoalkan Skema Bisnis PT Flobamor di Taman Nasional Komodo
PT Flobamor klaimanya adalah perusahaan BUMD (badan usaha milik daerah) milik pemerintah provinsi yang bermitra dengan swasta. Namun, jika dilihat skema bisnisnya, PT Flobamor ini berlagak seperti perusahaan swasta murni.
Beberapa hari terakhir para aktivis dan pelaku pariwisata sontok diam dan tak berdemonstrasi lagi. Orang-orang yang dianggap sebagai “otak gerakan” ditangkap polisi. Mereka dianggap telah mengacaukan situasi di daerah pariwisata.
Tindakan represif seperti itu tidak laku dalam negara yang menganut demokrasi. Namun itu semua dilakukan demi meredam gerakan sosial di Labuan Bajo agar bisnis para elite yang mau mendesain TNK menjadi exclusive business tak dihambat.
Baca juga: Aksi Mogok Massal di Labuan Bajo, Pemkab Jamin Transportasi Wisatawan dari Bandara hingga Kapal
Kekuasaan itu memang licik. Dia bisa memainkan apapun untuk meredam sikap kritis warga. Dia memiliki polisi dan tentara. Mereka memiliki senjata untuk menakuti warga yang berdemo. Jika warga tak ribut lagi, mereka menjadi pemenang dan menikmati untung besar.
Cara-cara seperti ini khas gaya kekuasaan Zaman Orde Baru. Orde Baru membungkam yang berusara dan suara kritis agar kekuasaan Soeharto dan kroni-kroni bisnisnya langggeng.
Kelak suatu hari nanti, kita akan melihat bagaimana mewahnya TNK dibangun dan yang menikmati itu adalah kelas elite yang memiliki uang. Yang memiliki uang banyak bukan orang biasa-biasa saja, apalagi orang NTT dan Manggarai Barat (rumah dari TNK dan Pulau Padar) karena pendapatan mereka umumnya pas-pasan saja.
Biaya hidup saja tak mampu, biaya rumah sakit dan akses ke pendidikan juga tak sanggup, bagaimana mungkin mereka bisa menikmati pemandangan indah di Pulau Padar dan TNK. Anak cucu orang-orang NTT suatu saat hanya berimajinasi dari Labuan Bajo bahwa ada biawak raksasa, komodo yang hidup di TNK, dan bahwa ada pantai indah di Pulau Padar. Mereka ingin menikmati pemandangan indah itu pasti tak sanggup, karena mereka tak memiliki uang banyak untuk berkunjung.
Jika polisi di Labuan Bajo memaksa para demonstan untuk sepakat dengan kebijakan pemerintah pusat-provinsi menaikan tiket ke TNK dan Pulau Padar dan warga lalu diam, jangan beranggapan persoalan sudah selesai. Pemerintah tidak bisa mengekang kebebasan berpendapat dan hak bersuara apalagi untuk menentukan arah kehidupan pariwisata Labuan bajo.
Arah kebijakan pariwisata Labuan Bajo bukan hanya ditentukan para elite berkuasa. Penguasa seharusnya mendengar keluhan dan masukan rakyat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.