Lantaran massa air hangat berpindah tempat, maka air yang lebih dingin di bawah laut Pasifik akan naik ke permukaan untuk mengganti massa air hangat yang pindah tadi. Hal ini disebut upwelling dan membuat SML turun.
Fenomena La Nina terjadi saat pasokan aliran massa udara dari Samudera Pasifik menuju ke wilayah Indonesia.
Pasokan aliran massa udara ini akan meningkatkan pembentukan awan-awan hujan dengan tambahan massa udara basah. Inilah yang turut meningkatkan curah hujan di Indonesia, serta membuat musim hujan terjadi lebih lama.
Meski demikian, fenomena La Nina bukan merupakan sirkulasi udara kencang seperti terjadinya badai tropis.
Baca juga: Gelombang Tinggi Terjang Pantai Selatan Yogyakarta, Ini Imbauan untuk Masyarakat
Penjelasan Guswanto, fenomena Dipole Mode di Samudera Hindia turut berperan sebagai pemicu peningkatan curah hujan saat ini, terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Dikutip dari Kompas.com, fenomena Dipole Mode hampir mirip dengan fenomena El Nino, penyebab musim panas di Indonesia. Hanya saja, Dipole Mode terjadi di Samudera Hindia dan bukan Samudera Pasifik.
Fenomena Dipole Mode mengakibatkan perairan di sekitar Indonesia jauh lebih dingin dibanding biasanya.
Pasalnya, dikutip dari laman LIPI, fenomena yang juga disebut Indian Ocean Dipole ini merupakan interaksi antara permukaan samudera dan atmosfer di kawasan Samudera Hindia.
Interaksi ini menghasilkan tekanan tinggi di Samudera Hindia bagian timur yang menimbulkan aliran massa udara berhembus ke barat.
Hembusan angin ini akan mendorong massa air di depannya dan mengangkat massa air dari bawah ke permukaan.
Akibatnya, suhu permukaan laut di sekitarnya pun akan mengalami penurunan cukup drastis.
Baca juga: BMKG: Waspada Gelombang Sangat Tinggi hingga 6 Meter, Catat Wilayahnya
Skala regional, menurut Guswanto, terdapat beberapa gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan.
Yakni, Madden Julian Oscillation atau MJO, gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby, yang terjadi pada periode sama.
Dikutip dari laman BMKG, MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby merupakan fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala luas di sekitar wilayah fase aktif yang dilewatinya.
MJO bergerak dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik melewati Indonesia, dengan siklus selama 30-40 hari.
Serupa, gelombang Kelvin juga bergerak dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik dan melewati Indonesia, tetapi dalam skala harian.
Berbanding terbalik dengan keduanya, gelombang Rossby justru bergerak dari Samudera Pasifik ke arah Samudera Hindia dengan melewati wilayah Indonesia.
Baik MJO, gelombang Kelvin, maupun gelombang Rossby, saat aktif atau melintasi wilayah Indonesia, maka akan berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan.
(Sumber: Kompas.com/Ellyvon Pranita, Gloria Setyvani Putri | Editor: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas; Gloria Setyvani Putri)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.