Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Bingungologi Minus Dikali Minus Menjadi Plus

Kompas.com - 26/06/2022, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJAK mulai mengenal mata pelajaran matematika yang dahulu di bangku sekolah disebut sebagai ilmu berhitung, saya gemar bermain angkamologi dengan menggunakan butir-butir kelereng yang pada masa saya masih kanak-kanak merupakan bahan permainan favorit sebelum digeser oleh apa yang disebut sebagai game.

Untuk angka satu saya menggunakan satu butir kelereng sebagai realita angka satu. Angka dua direpresentasikan dengan dua butir kelereng.

Untuk angka sepuluh saya menggunakan sebuah batu yang bentuknya alami tidak bundar ser
seperti kelereng.

Maka untuk angka sebelas saya menggunakan sebuah batu dan sebutir kelereng. Dua belas = sebuah batu dan dua butir kelereng.

Dua puluh = dua batu. Dua puluh satu = dua batu satu butir kelereng dan seterusnya sampai dengan sembilan puluh sembilan terdiri dari sembilan batu dan sembilan kelereng.

Untuk angka seratus saya gunakan sebuah bola tenis, maka untuk angka seratus sebelas saya menjejer sebuah bola tenis di sebelah kiri sebuah batu di samping sebutir gundu.

Untuk angka nol saya tidak perlu benda apa pun sebagai representasi angka nol alias nihil alias tidak ada.

Masalah mulai menjadi sulit ketika saya ingin merepresentasikan angka minus, misalnya angka minus satu.

Bisa saja saya bereksperimen dengan sebutir kelereng sebagai representasi angka minus satu untuk diletakan di atas meja makan atau meja kerja atau lantai atau permukaan bumi.

Namun selama kelereng itu masih berada di atas meja atau lantai atau apa pun berarti kelereng itu merupakan simbol angka satu dalam arti plus bukan minus.

Namun jika tidak ada kelereng berarti bukan minus, tetapi nihil kelereng. Berarti saya wajib gagal merepresentasikan angka minus dengan menggunakan apa pun pada kenyataan.

Berarti angka plus hanya eksis secara teoritis pada matematika, namun sebenarnya tidak eksis pada kenyataan.

Memang minus bisa digunakan pada kenyataan aritmatikal seperti plus, namun an sich secara mandiri tidak bisa eksis apabila tidak dikaitkan dengan angka.

Masalah menjadi makin rumit apabila angka minus dijumlahkan dengan angka minus dan maka (bisa) tetap minus, tetapi juga (bisa) menjadi plus meski angka minus apabila dikalikan dengan angka minus abrakadabra hasilnya harus hukumnya wajib menjadi plus secara dogmatis tanpa boleh sebab tidak bisa dibantah.

Atau sebaliknya tidak bisa sebab tidak boleh dibantah.

Sementara akar angka minus berdasar kesepakatan konspiratif para matematikawan/wati wajib menghasilkan angka imajiner seolah tidak ada angka tidak imajiner alias nyata yang jelas makin membingungkan otak saya yang secara bingungologis sudah cukup dibingungkan angka minus dikali angka minus hasilnya harus angka minus, sementara angka minus ditambah angka minus hasilnya konon bisa minus, misalnya -2 + -2=-4, tetapi sayang setriliun sayang juga bisa plus semisal -3 + -5= 2.

Mohon dimaafkan jika saya keliru sebab saya bukan metametikawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com