Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Amanat Penderitaan Masyarakat Adat

Kompas.com - 26/11/2021, 13:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI tengah gelora pembangunan infrastruktur sebagai pewujudan Nawa Cita Presiden Jokowi, kerap kali terdengar jeritan masyarakat adat yang bukan saja terancam namun benar-benar telah kehilangan permukiman masing-masing.

Yang menjerit adalah masyarakat adat yang bermukim di kawasan geografis jauh dari pusat pemerintahan sehingga tidak terdengar oleh Presiden Jokowi yang sangat peduli nasib rakyat miskin dan masyarakat adat.

Berulang kali secara terbuka mau pun secara pribadi langsung kepada saya, Presiden Jokowi menegaskan tidak ingin rakyat miskin dan masyarakat adat mengalami derita yang sama dengan beliau yaitu tiga kali di masa kanak-kanak di Solo digusur oleh penguasa atas nama pembangunan infrastruktur.

Masyarakat adat

Satu di antara sekian banyak tragedi masyarakat adat sebagai pribumi Nusantara yang kebetulan saya menerima informasi dari mahaguru kemanusiaan saya, Sandyawan Sumardi adalah masyarakat adat Sedulur Sikep sebagai pribumi Nusantara yang telah bermukim di kawasan gunung kapur Kendeng sejak ratusan tahun lalu.

Seorang tokoh Sedulur Sikep sempat berjumpa saya untuk menyampaikan keluhan derita masyarakat adat yang bermukim di kawasan Kendeng.

Sementara masyarakat adat suku Dayak Tomun sebagai pribumi Nusantara di Laman Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, mengajukan gugatan hukum ke PTUN Palangkaraya atas penggusuran yang diderita masyarakat adat Dayak Tomun atas nama pembangunan kebun kepala sawit.

Konon masih banyak lagi kisah penggusuran diderita masyarakat adat di Sumatra, Sulawesi, dan Papua sebagai masyarakat pribumi yang menghuni bumi Nusantara jauh sebelum Republik Indonesia didirikan.

Pembangunan berkelanjutan

Tentu saja di tengah membanjirnya berita hoaks di media sosial dan media asosial jaman now, silakan segenap berita penggusuran masyarakat adat tersebut terlebih dahulu perlu cermat ditinjau ulang kebenarannya.

Apabila ternyata hoaks maka saya siap bertanggungjawab atas naskah hoaks yang tanpa sengaja telah saya tulis.

Namun apabila berita penggusuran masyarakat adat benar adanya maka Insya Allah pemerintah Republik Indonesia berkenan melindungi para masyarakat adat dari angkara murka penggusuran.

Pada hakikatnya penggusuran merupakan pelanggaran berlapis terhadap hak asasi manusia, hukum, agenda pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati para anggota PBB, termasuk Indonesia.

Pembangunan berkelanjutan merupakan pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa mengorbankan alam dan manusia.

Bagi Indonesia, pembangunan berkelanjutan sesuai dengan semangat UUD 1945, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Justru para masyarakat adat sebagai masyarakat pribumi yang sudah bermukim di bumi Nusantara sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia adalah yang utama memiliki hak bermukim di bumi Indonesia sebagai negara gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja.

Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Tren
Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Tren
Melestarikan Zimbabwe Raya

Melestarikan Zimbabwe Raya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

Tren
5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com