Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tsunami" Covid-19, India Disarankan Lakukan Penguncian

Kompas.com - 04/05/2021, 12:35 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus Covid-19 di India mengalami lonjakan tajam, bahkan layanan kesehatan kewalahan menangani pasien.

Meski demikian, dua pekan lalu, Perdana Menteri Narendra Modi meminta negara bagian untuk mempertimbangkan penguncian sebagai opsi terakhir.

Kini, semua orang dari sekutu politiknya hingga para pemimpin bisnis dan kepala penasihat Presiden Joe Biden melihat bahwa penguncian sebagai satu-satunya cara untuk membendung Covid-19 di India.

Baca juga: 24 Pasien Covid-19 di India Tewas Diduga Kekurangan Oksigen

"Salah satu masalahnya adalah narasi yang salah bahwa penguncian penuh sama dengan bencana ekonomi, sedangkan tidak ada penguncian merupakan bencana kesehatan masyarakat," kata spesialis penyakit menular dan pakar kesehatan global di Stanford Medicine, California, Catherine Blish, dikutip dari Bloomberg.

"Yang terjadi sekarang adalah bencana kesehatan dan ekonomi. Jika Anda memiliki sebagian besar populasi Anda yang jatuh sakit, itu tidak baik untuk populasi atau ekonomi Anda," lanjut dia.

Dalam sepekan terakhir, saluran televisi dan media sosial dibanjiri pemandangan suram dari krematorium yang penuh sesak dan permintaan oksigen dari rumah sakit yang sudah putus asa.

Kematian harian di India sedikit melambat setelah mencapai rekor 3.689 pada Minggu (2/5/2021), sementara jumlah kasus harian tetap di atas 350.000 selama beberapa hari terakhir.

Bankir terkaya sekaligus Kepala Konfederasi Industri India, Uday Kotak mendesak pemerintah untuk mengerahkan militer dalam membantu merawat pasien.

Ia berharap agar pemerintah juga mengambil langkah-langkah nasional terkuat termasuk membatasi aktivitas ekonomi untuk mengurangi penderitaan.

"Kita harus memperhatikan nasihat ahli tentang hal ini dari India dan luar negeri," kata dia.

Baca juga: [HOAKS] Patung Dewa di India Dibuang karena Wabah Virus Corona

Hal ini mewakili pergeseran pandangan dari para pemimpin bisnis top India.

Pada April 2021, survei terhadap anggota konfederasi menunjukkan bahwa mereka menentang penguncian dan menginginkan vaksinasi cepat.

Namun, dalam sebulan terakhir, infrastruktur kesehatan yang runtuh dan jumlah kematian yang meningkat telah mengungkapkan sejauh mana krisis tersebut.

Kurangnya dosis vaksin yang memadai membuat situasi semakin kacau.

Penguncian yang beralasan

Meski pembuat kebijakan memberi isyarat untuk siap mengambil langkah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, para ekonom menyebutkan, kegagalan untuk meratakan kurva virus dapat memberikan tekanan pada kebijakan moneter dan fiskal.

Cara yang paling cepat dan efektif untuk memutus rantai penularan adalah menjauhkan orang-orang sehingga virus tidak dapat berpindah dari satu ke yang lain.

Beberapa ahli, termasuk Anthony Fauci mengatakan, penguncian sementara sangatlah penting.

Namun, pemerintah justru menyebut penguncian nasional total tidak mungkin dan akan menjadi bencana bagi orang miskin.

Kendati demikian, pemerintah federal telah memberikan wewenang kepada negara bagian untuk memutuskan penguncian lokal.

Pembatasan lokal tersebut telah dilakukan di Delhi dan Mumbai, meski tak seketat tahun lalu.

Baca juga: Penuh Sesak di Tanah Abang, Kita Diingatkan Apa yang Terjadi di India...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Link Live Streaming Final Thomas dan Uber Cup 2024, Indonesia Vs China

Tren
Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Konsumsi Vitamin C Berlebihan Bisa Sebabkan Batu Ginjal, Ketahui Batas Amannya

Tren
Melestarikan Zimbabwe Raya

Melestarikan Zimbabwe Raya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 5-6 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

[POPULER TREN] Kronologi dan Motif Suami Mutilasi Istri di Ciamis | Peluang Indonesia vs Guinea

Tren
5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com