Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaku Penyiksaan Hewan Apakah Bisa Dihukum? Simak Aturannya

Kompas.com - 23/03/2021, 12:00 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus kekerasan terhadap hewan, baik itu hewan domestik maupun hewan liar masih terus ditemukan di Indonesia.

Terakhir adalah kasus upaya pembunuhan seekor kucing yang dilakukan oleh seorang pria di kawasan Serpong, Tangerang Selatan.

Kasus ini sempat ramai dibicarakan di media sosial, setelah diunggah oleh salah satu akun Instagram yayasan Natha Satwa Nusantara @nathasatwanusantara beberapa hari yang lalu.

Mengutip Kompas.com (21/3/2021), kucing tersebut diinjak oleh pelaku akibat kesal akan keberadaannya di sekitar tempat kerja pelaku. 

Baca juga: Kronologi Pria Siksa Kucing Liar di Serpong: Injak hingga Lemas lalu Dihentikan Petugas


Terkait dengan kejadian ini, CEO Natha Satwa Nusantara Davina Veronica menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh pelaku.

Melalui unggahan Instagram pribadinya @davinaveronica, ia menyebut peri kemanusiaan pelaku telah mati saat ia menginjakkan kakinya di atas kepala kucing itu.

Melanggar undang-undang

Davina menjelaskan tindak semacam itu sesungguhnya melanggar undang-undang dan bisa dipidanakan.

"Kasus kemarin itu termasuk kriminal umum. Pasal yang digunakan pasal 302 KUHP tentang penganiayaan hewan, ancaman 9 bulan penjara," kata dia kepada Kompas.com, Senin (22/3/2021).

Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. 

Baca juga: Viral Video Pria Akan Bunuh Kucing di Sekolah, Baim Wong: Kucing Juga Bernyawa

Penegakkan hukum masih lemah

Meskipun ada dasar hukumnya, namun Davina menyebut penerapan di lapangan masih sangat lemah.

"Celahnya banyak sekali. UU yang ada sekarang itu belum mencakup hewan secara keseluruhan, tidak ada klasifikasi hewan. Ini baru fokus di kesehatan ternak dan satwa liar dilindungi," jelas Davina.

Karena itu dia meminta agar Pemerintah segera melakukan revisi terhadap UU tersebut. Hal itu agar peristiwa penganiayaan binatang dapat diproses hukum. 

Ancaman hukumannya ringan

Selain itu, Davina juga mendorong adanya revisi aturan tersebut. Sebab menurut dia sanksi yang diterapkan di dalam UU itu sudah tidak lagi relevan dengan kondisi hari ini.

Misalnya dalam pasal 302 KUHP, ancaman hukuman selain penjara adalah denda yang besarannya hanya Rp 300-Rp 4.500.

Baca juga: Viral Pria di Serpong Siksa Kucing, Aksinya Tepergok Petugas Keamanan dan Diselidiki Polisi

Perlu badan khusus yang menangani

Di sisi lain, Davina juga berharap ada instansi atau badan khusus yang dapat menangani apabila ada kasus tindak kekerasan atau kejahatan terhadap hewan.

Sebab selama ini, apabila melaporkan penganiayaan hewan kepada polisi, menurut dia responsnya berbeda dengan tindak kriminal yang dialami manusia. 

"Saya juga pernah melaporkan urusan anjing (ke kepolisian), saya diketawain. Memang enggak semua ya, tapi ada memang aparat (yang kurang tersosialisasi mengenai aturan yang ada)," ungkap Davina.

Berangkat dari kejadian itu, dia dan kelompok lain yang bergerak di ranah perlindungan binatang berharap ada badan atau lembaga khusus untuk menangani segala hal terkait hewan.

"Kami berharap Indonesia punya lembaga atau badan sendiri yang mengurusi A-Z soal hewan-hewan, jadi enggak lempar-lemparan. Jadi mereka yang di lembaga itu sudah tahu tentang kasus-kasus kejahatan, penyiksaan, apapun itu," ungkapnya.

Baca juga: Selidiki Kasus Penyiksaan Kucing Liar di Kawasan Serpong, Polisi Periksa 3 Saksi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan | Tapera Ditunda

[POPULER TREN] Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan | Tapera Ditunda

Tren
Jelang Puncak Haji, Bus Shalawat Sementara Setop Layani Jemaah

Jelang Puncak Haji, Bus Shalawat Sementara Setop Layani Jemaah

Tren
Bikin Ilmuwan Bingung, Ini 13 Misteri Alam Semesta yang Belum Terpecahkan

Bikin Ilmuwan Bingung, Ini 13 Misteri Alam Semesta yang Belum Terpecahkan

Tren
Mungkinkah 'Psywar' Penonton Pengaruhi Hasil Akhir Pertandingan Sepak Bola?

Mungkinkah "Psywar" Penonton Pengaruhi Hasil Akhir Pertandingan Sepak Bola?

Tren
Asal-usul Nama Borneo, Sebutan Lain dari Pulau Kalimantan

Asal-usul Nama Borneo, Sebutan Lain dari Pulau Kalimantan

Tren
Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Jokowi Beri Izin Tambang, NU Gercep Bikin PT tapi Muhammadiyah Emoh Tergesa-gesa

Tren
Kronologi Bos Rental Mobil Asal Jakarta Dikeroyok Warga hingga Tewas di Pati

Kronologi Bos Rental Mobil Asal Jakarta Dikeroyok Warga hingga Tewas di Pati

Tren
Nilai Tes Ulang Rekrutmen BUMN Lebih Rendah dari yang Pertama, Masih Berpeluang Lolos?

Nilai Tes Ulang Rekrutmen BUMN Lebih Rendah dari yang Pertama, Masih Berpeluang Lolos?

Tren
Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024

Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024

Tren
Teka-teki Penguntitan Jampidsus yang Belum Terjawab dan Kemunculan Drone di Atas Gedung Kejagung

Teka-teki Penguntitan Jampidsus yang Belum Terjawab dan Kemunculan Drone di Atas Gedung Kejagung

Tren
Viral Video Sekuriti Plaza Indonesia Disebut Pukuli Anjing Penjaga, Ini Kata Pengelola dan Polisi

Viral Video Sekuriti Plaza Indonesia Disebut Pukuli Anjing Penjaga, Ini Kata Pengelola dan Polisi

Tren
Tiket KA Blambangan Ekspres Keberangkatan mulai 18 Juni 2024 Belum Bisa Dipesan, Ini Alasannya

Tiket KA Blambangan Ekspres Keberangkatan mulai 18 Juni 2024 Belum Bisa Dipesan, Ini Alasannya

Tren
Panglima Sebut TNI Bukan Lagi Dwifungsi tapi Multifungsi ABRI, Apa Itu?

Panglima Sebut TNI Bukan Lagi Dwifungsi tapi Multifungsi ABRI, Apa Itu?

Tren
Beredar Uang Rupiah dengan Cap Satria Piningit, Bolehkah untuk Bertransaksi?

Beredar Uang Rupiah dengan Cap Satria Piningit, Bolehkah untuk Bertransaksi?

Tren
Laporan BPK: BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Ada Indikasi 'Fraud'

Laporan BPK: BUMN Indofarma Terjerat Pinjol, Ada Indikasi "Fraud"

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com