Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siklon Tropis Tak Sebabkan Hujan Ekstrem di Jakarta, Ini Penjelasan Lapan

Kompas.com - 01/03/2021, 18:30 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS. com - Pada 23 Februari, terdeteksi adanya bibit siklon tropis yang berpotensi menjadi siklon tropis di Samudra Hindia, selatan Nusa Tenggara.

Bibit siklon ini bergerak ke barat, dan melalui sejumlah wilayah di Indonesia.

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, potensi bibit siklon ini dapat menjadi bibit siklon tropis dan menyebabkan intensitas hujan lebat disertai angin di hampir seluruh wilayah Pulau Jawa.

"Kami khawatir bibit siklon ini dapat berkembang dalam 24 jam dalam probabilitas menengah hingga tinggi menjadi siklon tropis yang bergerak ke arah Barat," kata dia, seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (24/2/2021).

Namun, ternyata siklon tropis yang diidentifikasikan sebagai 98S ini hanya menyebabkan hujan intensitas sedang di Jakarta, bukan hujan ekstrem yang menyebabkan banjir.

Pusat Sains dan Teknologi Antariksa (PSTA) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) menyampaikan analisis akan fenomena tersebut.

Baca juga: BMKG: Sebagian Besar Pulau Jawa Diguyur Hujan Deras 3 Hari ke Depan

Penjelasan Lapan

Peneliti PSTA Erma Yulihastin menjelaskan, faktor utama yang menyebabkan terjadinya hujan ekstrem di Jakarta adalah keberadaan Cross Equatorial Northerly Surge (CENS).

CENS ini bisa diperkuat atau juga dilemahkan oleh faktor lain, seperti siklon tropis, fluktuasi cuaca Madden Julian Oscalliation (MJO), dan lain sebagainya.

"CENS tunggal juga menimbulkan hujan ekstrem, seperti banjir tahun 2013," ujar Erma, Minggu (28/2/2021).

Sementara pada kasus yang terjadi kemarin, pada 24-25 Februari 2021, siklon tropis 98S sebenarnya sudah bergerak ke arah barat.

Akan tetapi, saat bersamaan, angin dari utara yang berasosiasi dengan CENS mulai terbentuk dan kekuatannya memuncak pada 26 Februari 2021.

Ketika itu, pada 26 Februari 2021 memang terjadi hujan pada dini hari di Jakarta.

Akan tetapi hujan yang dihasilkan hanyalah hujan ringan, bukan hujan ekstrem.

"Untuk kasus saat ini CENS diperkuat oleh TC (siklon tropis), tapi tidak lantas membuat makin ekstrem ke hujan, karena ternyata keberadaan TC ini membuat angin utara terlampau kuat sehingga bergerak cepat ke selatan," kata Erma. 

Baca juga: Mengapa Ada Hari Tanpa Bayangan? Ini Penjelasan BMKG

Angin kencang

Dampak dari fenomen tersebut, yakni angin kencang yang sempat dilaporkan terjadi di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (26/2/2021) lalu.

"(Angin tersebut) membuat konvergensi di darat (pesisir utara) tidak terjadi secara persisten, karena anginnya lekas geser ke selatan lagi dan menimbulkan konvergensi di laut selatan Jawa," ujar dia.

Akhirnya, tidak ada hujan yang turun dalam kapasitas ekstrem di Jakarta pada 26 Februari lalu, meskipun siklon tropis tengah melanda wilayah tersebut.

Di akhir pemaparan, Erma menyebutkan hal pasti yang akan membuat CENS mengakibatkan hujan ekstrem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com