Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Covid-19 dan Kisah Artaban Mencari Tuhan

Kompas.com - 29/05/2020, 08:53 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM keterharuan menyaksikan bagaimana manusia mempersembahkan kasih sayang kepada sesama manusia pada masa pagebluk Corona, saya teringat pada sebuah kisah indah yang ditulis oleh pujangga Amerika Serikat, Henry van Dyke, tentang Artaban yang merasa gagal dalam upayanya mencari Tuhan.

Bethlehem

Artaban adalah seorang Raja Persia yang memperoleh wahyu bahwa seorang bayi yang akan menjadi juru selamat dunia dilahirkan di Bethlehem.

Artaban meninggalkan takhta kerajaannya membawa batu-batu mulia untuk dipersembahkan kepada Sang Bayi di Bethlehem.

Di awal perjalanan ketika berada di tengah padang pasir, Artaban melihat sesosok manusia tergeletak dengan luka-luka parah akibat dirampok perompak gurun.

Artaban menunda perjalanan ke Bethlehem demi menolong dan merawat korban perampokan padang pasir.

Setelah korban perampokan sembuh dari luka-lukanya, Artaban melanjutkan perjalanan. Sebelum pergi, ia menyerahkan segenggam batu-batu mulia sebagai bekal kepada korban perampokan yang telah kehilangan seluruh harta-bendanya.

Setiba di Bethlehem, alih-alih berhasil menjumpai bayi Yesus yang telah dibawa oleh Maria dan Josef mengungsi ke Mesir, Artaban malah berjumpa dengan para serdadu yang diutus raja Herodes untuk membunuh semua bayi lelaki yang baru saja dilahirkan.

Seorang ibu menggendong bayi lelaki lari menghampiri Artaban memohon perlindungan dari seorang serdadu yang mau membunuh bayi tak berdosa itu.

Artaban memberikan segenggam batu mulia kepada serdadu demi membatalkan pembunuhan terhadap bayi tersebut.

Setelah serdadu pergi, Artaban melanjutkan perjalanan mencari Yesus ke Mesir.

Dalam perjalanan ke Mesir, Artaban singgah di sebuah desa kumuh yang dihuni para penderita penyakit kusta. Demi membantu para warga membangun desa kumuh mereka, Artaban memutuskan untuk sementara tinggal di desa tersebut.

Tak terasa, selama tiga puluh tahun Artaban terlibat dalam pembangunan desa itu.

Yerusalem

Tiga puluh tahun kemudian, pada suatu hari menjelang perayaan Paskah, tersiar berita bahwa Yesus akan datang ke kota Yerusalem.

Artaban pun bergegas ke Yerusalem sambil membawa sisa batu permata yang dibawa dari Persia untuk dipersembahkan kepada Yesus.

Setiba di Yerusalem, Yesus sudah ditangkap, diadili, dan divonis hukuman mati di tiang salib oleh para pembenci-Nya.

Dalam perjalanan ke bukit Golgota, mendadak terdengar suara jeritan perempuan di suatu lorong di suatu sudut Via Dolorosa. Ternyata seorang perempuan Yahudi akan diperkosa seorang serdadu Romawi.

 

Teatrikal penyaliban Yesus Kristus saat Jalan Salib dalam rangka merayakan Jumat Agung di Gereja Fransiskus Asisi, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019). Teatrikal mengenang kisah sengsara Tuhan Yesus ini mengangkat budaya nusantara 34 provinsi di Indonesia.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Teatrikal penyaliban Yesus Kristus saat Jalan Salib dalam rangka merayakan Jumat Agung di Gereja Fransiskus Asisi, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019). Teatrikal mengenang kisah sengsara Tuhan Yesus ini mengangkat budaya nusantara 34 provinsi di Indonesia.

Artaban memohon kepada serdadu itu untuk membatalkan angkara murkanya dengan memberikan batu permata terakhir yang tersisa.

Akibat menolong perempuan nahas tersebut, Artaban terlambat tiba di bukit Golgota. Yesus Kristus sudah wafat di tiang salib.

Artaban yang sudah lanjut usia langsung lemah-lunglai dan terjungkal jatuh akibat putus asa. Ia merasa gagal menjumpai Yesus.

Mendadak sesosok cahaya terang-benderang menghampiri Artaban sambil bertanya kepadanya kenapa berduka.

Artaban lirih berbisik bahwa dia berduka sebab merasa hidupnya sia-sia belaka akibat gagal berjumpa dengan Juru Selamat Umat Manusia.

Sang Cahaya bersabda bahwa sebenarnya Artaban telah empat kali berjumpa dengan Yesus Kristus, yaitu ketika menolong korban perampokan di padang pasir, menolong ibu dan anak dari pembantaian serdadu Herodes di Bethlehem, mendukung masyarakat penderita kusta membangun desa kumuh, dan menyelamatkan perempuan Yahudi dari perkosaan serdadu Romawi di lorong Via Dolorosa.

Kasih sayang

Kisah Artaban menyadarkan saya bahwa Tuhan senantiasa hadir pada saat manusia mempersembahkan kasih sayang kepada sesama manusia.

Tuhan hadir pada saat para dokter dan perawat tulus-ikhlas siap mengorbankan jiwa raga demi menyelamatkan kesehatan dan nyawa para pasien Covid-19.

Tuhan hadir pada saat masyarakat mempersembahkan sumbangsih sembako, air minum, masker kepada sesama masyarakat yang membutuhkannya.

Tuhan hadir pada saat para pejabat tinggi mengikhlaskan gaji mereka demi disumbangsihkan untuk mengurangi beban derita para rakyat yang sedang menderita akibat pagebluk Corona.

Tuhan hadir pada saat para mahasiswa menghadirkan lembaga daring untuk secara online membantu para petani menjual produk pertanian masing-masing akibat pasar tradisional tutup karena prahara Covid-19.

Tuhan hadir pada saat para pasien Covid-19 yang sembuh menyumbangsihkan darahnya untuk didayagunakan sebagai plasma konvalesen demi menyembuhkan para pasien Covid-19 yang belum sembuh.

Tuhan hadir pada saat para petani pedesaan sengaja datang ke kota untuk menyerahkan sumbangsih hasil pertanian mereka kepada warga kurang mampu di perkotaan yang tidak bisa mudik akibat pagebluk Corona.

Tuhan hadir pada saat para pejuang kemanusiaan ikhlas mengorbankan harta benda bahkan jiwaraga masing-masing demi membantu mengurangi penderitaan rakyat yang belum bisa ikut menikmati nikmatnya kemerdekaan bangsa Indonesia di masa pagebluk Corona.

Tuhan hadir pada saat para warga Indonesia tanpa batasan SARA saling membantu, saling mendukung dan saling menolong dengan sesama warga Indonesia bahkan juga warga asing yang kebetulan berada di Indonesia pada masa malapetaka Covid-19.

Segenap peristiwa kemanusiaan adiluhur itu menyadarkan saya bahwa Tuhan senantiasa hadir pada saat manusia mempersembahkan kasih sayang kepada sesama manusia.

Di sisi lain, saya juga tersadarkan bahwa yang hadir pada saat manusia melampiaskan kebencian kepada sesama manusia, pasti bukan Tuhan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com