KOMPAS.com - Rencana memulangkan kembali Warga Negara Indonesia (WNI) yang pernah menjadi anggota kelompok radikal ISIS mendapat beragam respons di tengah masyarakat.
Menurut kepolisian, 47 dari 600 WNI eks ISIS yang rencananya dipulangkan ke Indonesia berstatus sebagai tahanan.
Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Robi Sugara mengatakan keputusan yang harus diambil oleh Pemerintah untuk menolak atau menerima ratusan WNI eks ISIS tersebut tentu tidak mudah.
Bila menolak, maka siap-siap harus berhadapan dengan persoalan HAM selain juga berhadapan dengan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang concern pada isu-isu HAM.
"Bila menerima, Indonesia belum memiliki kesiapan secara teknis meski sudah memiliki kelembagaan dan kelengkapan instrastruktur," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (7/02/2020).
Hal ini, terangnya, belum termasuk risiko dari kuatnya ideologi ISIS untuk dilakukan rehabilitasi dan deradikalisasi.
Robi mengungkapkan, kedatangan WNI eks ISIS tersebut memiliki dampak positif dan negatif.
"Plusnya mereka bisa terdata dengan baik. Minusnya tidak ada jaminan mereka berubah ideologinya," jelasnya.
Baca juga: Soal Penusukan Wiranto, Ini Rentetan Jejak ISIS di Indonesia
Saat disinggung terkait penolakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memulangkan para WNI eks ISIS tersebut, menurutnya tidak ada jaminan mereka tidak bisa pulang ke Indonesia baik secara legal ataupun tidak.
Hal ini, imbuhnya, justru lebih berbahaya jika mereka pulang ke Indonesia tanpa diketahui statusnya oleh pemerintah sebagai WNI eks ISIS.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.