Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia, 32 Tahun Dilarang oleh Soeharto

Kompas.com - 19/01/2020, 14:47 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perayaan Imlek akan segera kembali digelar tahun ini. Peringatan terhadap tahun baru China yang jatuh pada 25 Januari 2020 ini memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. 

Pasang surut perayaan tahun baru Imlek terjadi dari masa ke masa. Menilik sejarah, perayaan tahun baru Imlek secara ramai sempat dilarang pada era Soeharto.

Melansir Harian Kompas, 8 Februari 2005, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Presiden Soeharto terkait warga keturunan Tionghoa tidak lama setelah ia memperoleh Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret. 

Inpres Nomor 14 Tahun 1967

Saat itu, Presiden mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China. 

Berdasarkan Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Adapun isi dari Inpres ini di antaranya adalah pelaksanaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga. 

Baca juga: Melihat Tradisi Jelang Imlek di Klenteng Tay Kak Sie Semarang

Perayaan sembunyi-sembunyi

Saat itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk dalam perayaan tahun baru Imlek menjadi dibatasi. 

Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, Imlek terlarang dirayakan di depan publik. Seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk tahun baru Imlek, Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka. Barongsai dan liang liong pun dilarang dipertunjukkan di publik.

Selain itu, huruf-huruf atau lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio. 

Dalam 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, aktivitas perayaan sembunyi-sembunyi ini tetap berjalan.

Berdasarkan 21 peraturan perundangan yang berlaku saat itu, istilah "Tionghoa" lalu berganti menjadi "China".

Kebijakan-kebijakan ini disebut sebagai upaya dalam proses asimilasi etnis.

Kembali bebas

Pembatasan tersebut kemudian mulai surut pasca-Reformasi.

Presiden Habibie dalam masa jabatannya yang singkat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.

Inpres tersebut salah satunya berisi tentang penghentian penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kemudian, pada tanggal 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Sejak saat itu, Imlek dapat diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa. 

Kebijakan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.

Baca juga: Peran Gus Dur di Balik Kebebasan Merayakan Imlek di Indonesia...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com