Guna modal usaha, keluarga sepakat menggadaikan rumah satu-satunya peninggalan ayah ke bank.
Keduanya lantas memulai usaha dengan modal uang tersebut yakni senilai Rp 50 juta guna mengurus izin dan juga sewa tempat.
Namun usaha itupun tak berjalan mulus. Bulan ke enam, pinjaman bank sulit terbayar.
Rumah disita bank, listrik diputus, dan tetangga mulai mencemooh. Ketika itu, uang yang tersisa hanya tinggal Rp 10 juta.
Keduanya lantas berpindah ke rumah petakan.
Tak menyerah, keduanya kembali door to door menawarkan jasa travel.
Baca juga: Nelangsanya Korban Umrah First Travel, Uang Hasil Lelang Aset Diambil Negara
Dalam kurun waktu 2009-2010 usaha keduanya hanya mendapat sekitar 5 konsumen.
Usaha Andika kemudian mengalami titik balik usai dirinya mengikuti pameran travel gratis dan memutuskan menawarkan paket umrah.
Meski ketika itu ia justru mendapat konsumen untuk wisata ke Lombok, tapi dari situ usahanya menyebar dari mulut ke mulut.
Ia pun kemudian mendapat permintaan dari 127 pegawai Bank Indonesia dan 50 pegawai Pertamina.
"Hanya berbekal baca-baca sejumlah literatur soal umrah, kami beranikan diri presentasi, ternyata malah bisa menyisihkan pesaing yang sudah berpengalaman dalam tender," terang Andika dilansir dari Kompas.com (17/02/2015).
Tanggal 12 April 2012 untuk pertama kalinya Andika dan Aniesa kemudian menjadi guide dari tour tersebut.
"Tak ada yang tahu kami suami istri. Tak ada yang tahu juga kami enggak punya pengalaman umrah," kenang Andika.
Dengan beberapa kali berkilah dan bersandiwara sebagai seseorang yang profesional, akhirnya perjalanan perdana sebagai guide tersebut sukses.
Mulai saat itu, sepanjang tahun 2012, mereka bisa memberangkatkan 800 orang. Bahkan tahun 2013, jumlah pelanggan bertambah menjadi 3.800 orang.