Menurut Didik, rancangan BPJS dengan gaya populis dinilai salah kaprah.
"Harus diubah yang kaya harus membayar tinggi masuk ke skema komersial, sehingga mengurangi beban pemerintah setidaknya sepertiga penduduk harus masuk komersial," kata Didik.
Baca juga: 4 Hal yang Perlu Diketahui soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Di sisi lain, pegawai negeri golongan atas, misalnya guru dengan tunjangan profesi yang tinggi, pegawai swasta dengan pendapatan 3-4 kali dari upah minimum regional (UMR) ini termasuk golongan peserta mampu.
Adapun skema komersial mesti tetap dijalankan dan golongan kaya tidak boleh masuk skema subsidi, sehingga BPJS bisa diimplementasikan dengan baik.
Dari pemberitaan kenaikan iuran BPJS ini, Didik berharap agar pemerintah mau mengalokasikan budget ke BPJS lebih besar.
"Alokasikan budget ke BPJS lebih besar, kurangi dari subsidi kepada BUMN yang menelan puluhan triliun dana negara, dari alokasi dana khusus yang tidak efisien, ditarik dari ratusan dana daerah yang dipendam di bank, bahkan dana desa yang tidak efisien," ujar Didik menjelaskan solusi untuk langkah sistem BPJS selanjutnya.
"Pindahkan subsidi dari pamong ke birokrasi ke orang," imbuhnya.
Diketahui, pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS sebesar 100 persen ini berlaku bagi semua golongan kelas mandiri.
Untuk kelas I iuran naik menjadi Rp 160.000, kelas II naik menjadi Rp 110.000, dan untuk kelas III naik menjadi Rp 42.000 yang rutin dibayarkan tiap bulannya.
Baca juga: Tak Cuma Iuran BPJS, Sederet Tarif Ini Bakal Melambung di 2020