Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Puji Sumedi Hanggarawati
Manager di Yayasan Kehati

Manager Ekosistem Pertanian Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia

Keseragaman Pangan, Cocokkah untuk Kita?

Kompas.com - 16/10/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI Pangan Sedunia atau World Food Day diperingati setiap tanggal 16 Oktober 2019.

Tema Hari Pangan Sedunia tahun ini adalah "Teknologi Industri Pertanian dan Pangan Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045" atau "Our action are our future, healthy diets #zerohungerworld".

Dalam konteks Indonesia, pembangunan pertanian dan pangan akan digenjot melalui penerapan teknologi industri untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.

Dalam talkshow "Keberagaman sebagai Jawaban Sumber Pangan ke Depan", yang diselenggarakan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) pada 29 Juli 2019, Prof Dr Emil Salim sebagai pendiri Yayasan Kehati mengutarakan sejumlah hal.

"Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan menteri di kabinet bahwa infrastruktur tidak hanya untuk manusia, melainkan juga mengindahkan hewan dan ekosistemnya. Bisakah kita menjadi jago pangan dengan mempertahankan keanekaragaman hayati? Bisakah kita menaikkan produksi beras Cianjur, namun tetap meningkatkan keragaman sumber pangan lainnya seperti pisang, ubi, sagu, singkong, sorgum dan jagung? Bisakah Indonesia membangun dengan bertumpu pada keanekaragaman hayati?" kata Emil Salim.

Menurutnya, pada 1965, Indonesia mengalami krisis ekonomi dan politik yang berdampak pada inflasi tinggi dan melonjaknya harga pangan, khususnya beras.

Lalu, muncul kebijakan pegawai negeri mendapat uang dan jatah beras di seluruh Indonesia, kecuali Indonesia timur. Akibatnya, para pemimpin Indonesia timur protes dan merasa didiskriminasi.

Untuk mengatasi hal tersebut, didoronglah kebijakan peningkatan produksi beras. Akan tetapi, kebijakan beras ini menuai berbagai kritik.

Regulasi pemerintah saat itu diarahkan untuk swasembada pangan beras. Terjadilah banjir beras di Nusantara yang mengakibatkan sumber pangan lain hilang.

Tahun 1972, Emil Salim mengikuti deklarasi Stockholm 1972, konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang lingkungan dan manusia.

Semua menyampaikan bahwa lingkungan perlu diamankan. Tak habis pikir, bagaimana posisi pembangunan pangan yang butuh lahan jika diserukan stop tebang hutan.

Namun saat itu, Perdana Menteri India Indira Gandhi muncul dan berkata bahwa lingkungan itu perlu untuk memberantas kemiskinan. Lingkungan yang dimaksud adalah air, kebersihan, gizi dan lainnya yang non-ekonomi.

Emil Salim tertarik karena Indira Gandhi berbicara soal kemiskinan negaranya melalui bahasa lingkungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com