Kembali ke Jakarta, Emil Salim menyadari bahwa Indonesia bineka, Indonesia muncul dengan kebinekaan dan keragaman. "Semakin saya sadar bahwa keseragaman tidak pas dengan Indonesia," ujarnya.
Indonesia punya kekuatan dari keanekaragaman. Keseragaman tak benar untuk Indonesia.
Tahun 1978, sebagai Menteri Lingkungan, Emil Salim semakin yakin bahwa diversity itu adalah kunci kehidupan, bukan uniformity dan spesialisasi. Ternyata, pembangunan ekonomi yang mengutamakan beras pada saat itu keliru.
"Tapi saya baru meyakininya setelah puluhan tahun sebagai ekonom konvensional," kata Emil.
Berdasarkan data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS), porsi beras dalam memenuhi pangan pokok masyarakat hanya 53,5 persen pada tahun 1954. Sisanya dipenuhi dari ubi kayu 22,26 persen; jagung 18,9 persen; dan umbi-umbian 4,99 persen.
Pada 1981, pola konsumsi pangan pokok bergeser drastis. Beras menempati porsi 81,1 persen; ubi kayu 10,02 persen; dan jagung 7,82 persen.
Tahun 1999, konsumsi ubi kayu tinggal 8,83 persen dan jagung 3,1 persen. Memasuki 2010, pola konsumsi pangan pokok selain beras nyaris hilang. Konsumsi beras yang turun pada 2012 kembali meningkat.
Cita-cita menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 tentu sangat mungkin terwujud jika dibarengi dengan tata kelola pertanian dan pangan yang benar.
Tak hanya panduan regulasi yang berpihak pada petani, tetapi juga peningkatan nilai tambah potensi keragaman sumber pangan, teknologi yang berkelanjutan serta tata kelola yang akuntabel.
Untuk memenuhinya, ada sepuluh rekomendasi yang dapat digunakan sebagai acuan pemerintah/kabinet mendatang untuk memberikan ruang kepada keanekaragaman hayati sumber pangan lokal agar lebih berdaya guna dan menjadi perhatian pemerintah untuk mengatasi kelaparan dan menjadikan Indonesia sebagai lumbung dunia.
Sepuluh rekomendasi itu adalah sebagai berikut.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.