Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

KOMPAS.com - Sejumlah warganet mengeluhkan suhu di Semarang, Jawa Tengah yang belakangan terasa sangat panas.

Akibat kondisi ini, muncul sebuah lelucon yang menyebutkan bahwa kipas angin harus "menyerah" karena menyala selama 24 jam.

"Kipasnya Semarang mulai loyo. Menyerah mendinginkan Semarang," tulis warganet melalui akun media sosial X atau Twitter, @convomfs pada Sabtu (11/5/2024).

Dalam kolom komentar, banyak warganet yang mengamini kondisi tersebut.

Lantas, seberapa panas Semarang dan apa penyebabnya?

Suhu panas Semarang

Koordinator Informasi dan Observasi BMKG Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Jawa Tengah, Giyarto membenarkan, suhu di Semarang belakangan memang terasa panas.

Namun, ia memastikan bahwa suhu panas di Semarang itu merupakan tanda beralihnya musim.

"Pada prinsipnya, memasuki proses perubahan dari pancaroba ke musim kemarau memang ada peningkatan suhu di wilayah kita. Secara klimatologis juga menjelaskan seperti itu," ungkapnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (12/5/2024).

Giyarto menuturkan, Semarang terasa lebih panas karena faktor Heat Index yang meningkat.

Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor kelembaban udara. Akibatnya, suhu akan terasa lebih panas dari biasanya.

Heat Index merupakan indeks untuk mengukur panas yang dirasakan manusia ketika terpengaruh kelembapan dan suhu tinggi di suatu lingkungan.

Tubuh akan berkeringat saat kepanasan untuk mendinginkan diri. Sementara kelembapan yang tinggi mengurangi penguapan dan pendinginan tubuh, sehingga meningkatkan rasa tidak nyaman dan panas.

Sebaliknya, ketika kelembapan relatif rendah, tubuh lebih cepat berkeringat sehingga tubuh cepat dingin dan terasa lebih sejuk. 

Dia menambahkan, wilayah Semarang juga dipengaruhi oleh posisi semu Matahari yang saat ini berada pada lintang 10 derajat Belahan Bumi Utara (BBU).

"Tingkat pertumbuhan awan yang sangat kecil serta sudut datang sinar Matahari, beberapa hal tersebut yang menyebabkan temperatur menjadi lebih panas," imbuhnya.

Menurutnya, hal ini terkait dengan lapse rate, penurunan temperatur terhadap ketinggian wilayah sesuai topografinya.

Lapse rate merupakan laju penurunan suhu udara seiring bertambahnya ketinggian di atmosfer. Ini terjadi saat suhu panas berkurang di tempat yang lebih tinggi.

Selain topografi wilayah, vegetasi yang tumbuh di Semarang atas juga membuat wilayah itu terasa lebih dingin daripada Semarang bawah.

Banyaknya tanaman yang tumbuh di wilayah pegunungan dan perbukitan Semarang atas membuat suhunya lebih sejuk.

Sementara itu, data Grafik Suhu Udara Rata-rata Maksimum Tertinggi Semarang menunjukkan, wilayah tersebut dilanda suhu panas tertinggi pada Oktober 2015, dengan suhu mencapai 39,5 derajat celcius.

Sebaliknya, kondisi Kota Semarang pada pertengahan Mei ini suhunya berkisar antara 25 hingga 37 derajat celcius.

Kapan suhu panas Semarang berhenti?

Terpisah, Kepala Seksi Data dan Informasi (Datin) BMKG Stasiun Klimatologi Semarang, Iis Widya Harmoko mengungkapkan, suhu panas di Semarang akan berakhir ketika mulai memasuki musim kemarau.

"Kalau dilihat dari rata-rata suhunya, nanti akan menurun seiring mulainya musim kemarau," tutur dia saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Iis memperkirakan, musim kemarau di Kota Semarang mulai akhir Mei 2024.

Selanjutnya, musim kemarau akan terus berlangsung memasuki Juni, Juli, dan Agustus. Kemunculan angin monsun Australia akan membawa massa udara kering pada periode ini.

Kondisi ini menyebabkan suhu panas di Semarang mulai turun pada musim kemarau.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/05/13/070000165/suhu-di-semarang-disebut-lebih-panas-dari-biasanya-ini-penyebabnya-menurut

Terkini Lainnya

Jet Tempur Israel Serang Klinik di Gaza, Runtuhkan Salah Satu Pilar Kesehatan Palestina

Jet Tempur Israel Serang Klinik di Gaza, Runtuhkan Salah Satu Pilar Kesehatan Palestina

Tren
Sama-sama Baik untuk Pencernaan, Apa Beda Prebiotik dan Probiotik?

Sama-sama Baik untuk Pencernaan, Apa Beda Prebiotik dan Probiotik?

Tren
Dilirik Korsel, Bagaimana Nasib Timnas Indonesia jika Ditinggal STY?

Dilirik Korsel, Bagaimana Nasib Timnas Indonesia jika Ditinggal STY?

Tren
Ramai soal Siswi SMAN 8 Medan Tak Naik Kelas, Ini Penjelasan Polisi, Kepsek, dan Disdik

Ramai soal Siswi SMAN 8 Medan Tak Naik Kelas, Ini Penjelasan Polisi, Kepsek, dan Disdik

Tren
Perang Balon Berlanjut, Kini Korut Kirimkan Hello Kitty dan Cacing ke Korsel

Perang Balon Berlanjut, Kini Korut Kirimkan Hello Kitty dan Cacing ke Korsel

Tren
Perjalanan Kasus Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Rugikan Negara Rp 1,8 T

Perjalanan Kasus Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Rugikan Negara Rp 1,8 T

Tren
Ini Kronologi dan Motif Anak Bunuh Ayah Kandung di Jakarta Timur

Ini Kronologi dan Motif Anak Bunuh Ayah Kandung di Jakarta Timur

Tren
Pasangan Haji Meninggal Dunia, Jalan Kaki Berjam-jam di Cuaca Panas dan Sempat Hilang

Pasangan Haji Meninggal Dunia, Jalan Kaki Berjam-jam di Cuaca Panas dan Sempat Hilang

Tren
Kata Media Asing soal PDN Diserang 'Ransomware', Soroti Lemahnya Perlindungan Siber Pemerintah Indonesia

Kata Media Asing soal PDN Diserang "Ransomware", Soroti Lemahnya Perlindungan Siber Pemerintah Indonesia

Tren
Populasi Thailand Turun Imbas Resesi Seks, Warga Pilih Adopsi Kucing

Populasi Thailand Turun Imbas Resesi Seks, Warga Pilih Adopsi Kucing

Tren
Kisah Nenek Berusia 105 Tahun Raih Gelar Master dari Stanford, Kuliah sejak Perang Dunia II

Kisah Nenek Berusia 105 Tahun Raih Gelar Master dari Stanford, Kuliah sejak Perang Dunia II

Tren
Kronologi dan Kejanggalan Kematian Afif Maulana Menurut LBH Padang

Kronologi dan Kejanggalan Kematian Afif Maulana Menurut LBH Padang

Tren
7 Fakta Konser di Tangerang Membara, Vendor Rugi Rp 600 Juta, Ketua Panitia Diburu Polisi

7 Fakta Konser di Tangerang Membara, Vendor Rugi Rp 600 Juta, Ketua Panitia Diburu Polisi

Tren
Banjir Dukungan untuk Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024, Terbaru Nasdem

Banjir Dukungan untuk Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024, Terbaru Nasdem

Tren
6 Fakta Gangguan Pusat Data Nasional, Pelaku Minta Tebusan 8 Juta Dollar AS

6 Fakta Gangguan Pusat Data Nasional, Pelaku Minta Tebusan 8 Juta Dollar AS

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke