Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Perkembangan Pantai Indah Kapuk (PIK)

Permukiman PIK berdiri di luas lahan sekitar 1.160 hektar yang berada di Penjaringan, Jakarta Utara; Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat; dan Kabupaten Tangerang, Banten.

Sejak mulai dipasarkan pada 2003, PIK berkembang dari proyek reklamasi menjadi area hunian mahal di Jakarta.

Berikut sejarah perkembangan Pantai Indah Kapuk di DKI Jakarta:

Berawal dari Ancol

Dilansir dari Kompas.id, proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) ada setelah reklamasi di pesisir utara Jakarta menjadi Ancol pada 1992.

Reklamasi ini hasil inisiasi dari pengusaha Indonesia Ciputra dan PT Pembangunan Jaya.

Pesisir utara Jakarta yang dipenuhi rawa berhasil diubah menjadi Ancol, sebuah kawasan rekreasi dan wisata yang sukses.

Kesuksesan Ancol membuat Ciputra bergerak ke barat menuju Penjaringan, Jakarta Utara. Mereka menemukan area yang kelak menjadi Pantai Indah Kapuk di sisi jalan menuju Bandara Soekarno-Hatta.

Melalui saham minoritas Metropolitan Development, Ciputra berkedudukan sebagai Komisaris PT Mandara Permai yang bertugas mengembangkan PIK.

Area ini ditempati 10.000 rumah mewah, 10 hotel, 10 gedung perkantoran, 10 kondominium, 1.000 apartemen, serta fasilitas pendukung lain.

Untuk membuat semua itu, ia mengandeng belasan pengusaha dan menggelontorkan dana hingga Rp 6 triliun.

Saat ini, PIK memiliki area sekitar 1.160 hektar yang terdiri dari kawasan daratan dan dua pulau reklamasi bernama Golf Island dan Eboney Island. Area tersebut diisi perumahan dan pusat pertokoan.

Sempat tersandung isu lingkungan

Saat akan mulai dibangun pada 1992, isu-isu lingkungan mulai mewarnai Partai Indah Kapuk.

Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim saat itu bahkan menerbitkan surat nomor B-655/Men.KLH./3/1992 kepada Pemerintah DKI Jakarta. Surat tersebut berisi protes atas keberadaan PT Mandara Permai di PIK. 

Menurut Emil, izin diterbitkan oleh Pemda DKI Jakarta tanpa terlebih dahulu melalui survei analisis dampak lingkungan.

Saat itu, pembangunan dinilai menyebabkan kerusakan lingkungan yang memicu kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan.

Pembangunan juga membuat kawasan hutan rusak, merusak habitat hewan asli di sana, bahkan mengganti hutan menjadi permukiman.

Meski begitu, Ciputra tetap melanjutkan niatnya membangun PIK. Ia bahkan menjamin pembangunan yang dilakukan terbebas dari ancaman kerusakan lingkungan.

Namun krisis ekonomi pada 1998 membuat saham Metropolitan Development miliknya dijual.

Penjualan saham ini membuat Ciputra tidak lagi terlibat dalam pembangunan PIK sebagai komisaris atau jabatan lain.

“Sesudah itu, seluruh perencanaan dan pembangunan di PIK, saya tidak turut serta lagi. Saya juga tidak terlibat pada perubahan-perubahan baik kecil ataupun besar yang terjadi termasuk pembangunan pulau-pulau (reklamasi tersebut),” kata Ciputra.

Sejak 2003, pertumbuhan harga lahan dan properti di Pantai Indah Kapuk semakin tinggi bahkan setara dengan kawasan Sunter, Kelapa Gading, ataupun Ancol yang sudah berdiri sebelumnya.

Fasilitas pendukung permukiman dibangun di PIK sehingga tambah mendatangkan investor ke permukiman tersebut.

Seiring kesuksesan PIK, Agung Sedayu Group dan Salim Group terus mengembangkan bisnis mereka dengan membangun PIK 2 Sedayu Indo City.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/20/163000765/sejarah-perkembangan-pantai-indah-kapuk-pik-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke