Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menangani Polusi Udara ala Beijing

Kita dapat belajar dari ketegasan dan konsistensi pemerintah Beijing untuk mengelola polusi.

Pertumbuhan Beijing pada awal 1990-an, tidak hanya dalam hal jumlah penduduk—yang saat itu sudah sekitar 13,6 juta jiwa—tapi juga dalam industri, pembangunan infrastruktur, kebutuhan energi memacu peningkatan penggunaan batu bara.

Perbaikan ekonomi berkorelasi dengan meningkatnya jumlah mobil di jalan. Akibatnya, polusi udara meningkat. Menangani hal ini, pemerintah kota Beijing meluncurkan serangkaian tindakan.

Tindakan tersebut meliputi penerbitan laporan kualitas udara mingguan dan menetapkan jalur komprehensif untuk menghentikan polusi udara di sumbernya.

Hal ini mencakup penegakan hukum, perencanaan sistematis, standar lokal yang ketat, dan keterlibatan masyarakat.

Polusi udara bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba dan solusinya tidak bisa secara tiba-tiba pula.

Rangkaian aksi yang dicanangkan Beijing saat itu melibatkan semua sumber polusi: mulai dari PLTU, konstruksi (industri semen juga menyumbang polusi dari debu industri), hingga rumah tangga.

Namun sektor transportasi merupakan bagian penting dari masalah ini seiring dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan. Sederhananya, yang dihadapi Beijing saat itu, sama dengan yang dihadapi Jakarta saat ini.

Luas Beijing sekitar 16.000 kilometer per segi, Jakarta ‘hanya’ 7.659 kilometer per segi, di mana 664 kilometer per segi berupa daratan dan sisanya perairan.

Jumlah penduduk Beijing saat ini sekitar 21 juta jiwa, Jakarta sekitar 10,5 juta jiwa. Meskipun lebih kecil, masalah yang dihadapi Jakarta untuk mengelola sampah dan polusi, sangatlah kompleks.

Meskipun sumber polusinya tidak jauh berbeda, penanganan polusi Beijing sedikit berbeda dengan Jakarta.

Dalam rapat penanganan polusi udara yang dihelat pada 18 Agustus 2023, berbagai media memuat luaran rapat tersebut berupa penggunaan kendaraan listrik untuk pejabat DKI Jakarta setingkat Eselon IV keatas, kebijakan work from home untuk ASN DKI Jakarta, dan rencana modifikasi cuaca.

Proses perbaikan kualitas udara Beijing memerlukan waktu beberapa dekade. Setelah pencanangan pada era 90-an, tahun 2008, ketika Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade, kualitas udara sudah lebih baik.

Jakarta pada September 2023, juga akan menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Sudah tinggal menghitung hari untuk percepatan perbaikan kualitas udara demi kelancaran KTT ASEAN.

Kebijakan awal pengurangan polusi Jakarta adalah penggunaan kendaraan listrik untuk pejabat eselon IV keatas. Sementara kebijakan awal Beijing adalah pengembangan transportasi umum listrik.

Saat ini sudah ada 6.584 bus listrik dalam jaringan bus umum Beijing. Berprogres selama tiga dekade atau kira-kira tiap tahun bertambah 200 unit bus listrik.

Jakarta melalui TransJakarta telah memiliki sedikitnya 50 unit bus listrik. Tiongkok memiliki  385.000 bus listrik di dunia, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 600.000 unit pada 2025.

Artinya, Tiongkok memimpin pasar global dalam mobilitas listrik. Dampak pemanfaatan kendaraan listrik tentunya mengurangi polusi udara sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.

Untuk kebutuhan listriknya, Beijing ditopang oleh 1 PLTU batubara dengan kapasitas 880MW, 12 PLTG (gas alam), hydro dan angin. Dapat dikatakan tulang punggung listrik Beijing adalah gas alam.

Sementara untuk kelistrikan, Jakarta dikelilingi oleh 10 PLTU (7 di antaranya berada di provinsi Banten) dan hanya 1 PLTU sekitar Jakarta yang telah melakukan co-firing (campuran batubara dan biomassa).

Jadi, energi yang masih dimanfaatkan Jakarta saat ini memang belum bersih. Jakarta dapat lebih progresif dalam transisi ke energi baru terbarukan, misalnya dengan menambah komposisi biomass dalam co-firing batubara pada PLTU.

Cara Beijing menangani polusi udara memadukan political will, teknologi, dan ekonomi yang diwujudkan dalam perjuangan yang konsisten serta proses panjang.

Pekerjaan yang tetap harus dilaksanakan secara konsisten meskipun kelak tidak lagi menjadi isu panas di media arus utama maupun media sosial.

Kita tidak bisa mengukur pada hari pertama atau bahkan pekan pertama 50 persen PNS Pemda DKI Jakarta bekerja dari rumah lalu polusi Jakarta akan langsung turun signifikan.

Dibutuhkan pekerjaan terintegrasi dari pemantauan kualitas udara, penegakan hukum, pemanfaatan mobilitas kendaraan listrik, penanaman lebih banyak pohon, mengembangkan hutan-hutan kota, hingga pemanfaatan energi bersih terbarukan.

Kita semua harus memahami, menangani polusi udara adalah perjuangan yang tidak sebentar.

Orang bijak berkata, pengalaman adalah guru paling baik. Maka, sambil menunggu hujan turun, kita semua bisa belajar dan berproses dari pengalaman tiga dekade Beijing dan pemerintah Tiongkok menangani polusi udara.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/08/25/143112465/menangani-polusi-udara-ala-beijing

Terkini Lainnya

Tak Banyak yang Tahu, Ini 5 Rahasia Jalan Kaki untuk Menurunkan Berat Badan

Tak Banyak yang Tahu, Ini 5 Rahasia Jalan Kaki untuk Menurunkan Berat Badan

Tren
Pakai Jasa Pendorong Ilegal, 5 Anggota Jemaah Haji Indonesia Berurusan dengan Polisi Arab Saudi

Pakai Jasa Pendorong Ilegal, 5 Anggota Jemaah Haji Indonesia Berurusan dengan Polisi Arab Saudi

Tren
Cerita Warga yang Alami 'Blackout' di Sumatera: Tak Bisa Masak Nasi, Borong Genset agar Es Krim Tak Mencair

Cerita Warga yang Alami "Blackout" di Sumatera: Tak Bisa Masak Nasi, Borong Genset agar Es Krim Tak Mencair

Tren
Terobosan Baru, Alat Kontrasepsi Gel KB untuk Pria, Seberapa Efektif?

Terobosan Baru, Alat Kontrasepsi Gel KB untuk Pria, Seberapa Efektif?

Tren
China Angkut Bebatuan dari Sisi Terjauh Bulan, Apa Tujuannya?

China Angkut Bebatuan dari Sisi Terjauh Bulan, Apa Tujuannya?

Tren
Pelanggan PLN yang Terdampak Pemadaman Listrik Total Berhak Dapat Kompensasi, Berapa Besarannya?

Pelanggan PLN yang Terdampak Pemadaman Listrik Total Berhak Dapat Kompensasi, Berapa Besarannya?

Tren
Perbedaan Seragam Astronot Putih dan Oranye, Berikut Masing-masing Fungsinya

Perbedaan Seragam Astronot Putih dan Oranye, Berikut Masing-masing Fungsinya

Tren
5 Negara dengan Cuti Melahirkan Paling Lama, Ada yang sampai 14 Bulan

5 Negara dengan Cuti Melahirkan Paling Lama, Ada yang sampai 14 Bulan

Tren
WHO: Warga Gaza Mulai Makan Pakan Ternak dan Minum Air Limbah

WHO: Warga Gaza Mulai Makan Pakan Ternak dan Minum Air Limbah

Tren
Ini Syarat Pekerja Dapat Cuti Melahirkan 6 Bulan Sesuai dengan UU KIA

Ini Syarat Pekerja Dapat Cuti Melahirkan 6 Bulan Sesuai dengan UU KIA

Tren
Aturan UU KIA: Cuti Melahirkan Sampai 6 Bulan Berlaku Kapan, untuk Siapa, dan Gajinya

Aturan UU KIA: Cuti Melahirkan Sampai 6 Bulan Berlaku Kapan, untuk Siapa, dan Gajinya

Tren
Studi 25 Tahun Ungkap Pola Makan Mencegah Kematian Dini pada Wanita

Studi 25 Tahun Ungkap Pola Makan Mencegah Kematian Dini pada Wanita

Tren
Pengamat Khawatirkan Cuti Melahirkan 6 Bulan Bisa Picu Diskriminasi Wanita di Ruang Kerja

Pengamat Khawatirkan Cuti Melahirkan 6 Bulan Bisa Picu Diskriminasi Wanita di Ruang Kerja

Tren
Mengenal Vitamin P atau Flavonoid dan Manfaatnya bagi Kesehatan, Apa Saja?

Mengenal Vitamin P atau Flavonoid dan Manfaatnya bagi Kesehatan, Apa Saja?

Tren
Cerita Mahasiswa Indonesia Penerjemah Khotbah Jumat di Masjid Nabawi

Cerita Mahasiswa Indonesia Penerjemah Khotbah Jumat di Masjid Nabawi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke