Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Adu Pendapat Tiga Bakal Capres soal Pendidikan di Indonesia, Apa Kata Mereka?

KOMPAS.com - Tiga bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan menyampaikan pandangannya soal pendidikan di Indonesia.

Hal ini mereka sampaikan dalam acara Festival Belajaraya di Pos Bloc, Jakarta Pusat pada Sabtu (29/7/2023).

Berikut pandangan tiga bakal capres terkait pendidikan di Indonesia, dikutip dari tayangan Kompas TV.

Prabowo Subianto

Bagi Prabowo Subianto, kesuksesan pendidikan tak lepas dari peran seorang guru yang berkarakter.

Menurutnya, guru yang berkarakter mampu membentuk dan mengeluarkan potensi terbaik siswa.

Hal ini berdasarkan pengalamannya di masa lalu ketika ia selalu mengingat guru-gurunya yang keras, cerewet, dan paling banyak memberi PR.

"Ternyata setelah saya keluar dari sekolah dan menjalankan karier, saya baru sadar justru guru-guru saya yang paling cerewet itu sebetulnya yang menjadikan kita berhasil," kata Prabowo.

Menurutnya, sikap guru yang terkesan cerewet dan keras itu merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap murid untuk mendorong potensi terbaik.

Menteri Pertahanan itu juga menyoroti pentingnya peran lingkungan dalam pembentukan karakter anak.

Sekali lagi, Prabowo mencontohkan dirinya yang lahir tak lama setelah Indonesia merdeka, sehingga suasana heroisme masih sangat kental.

"Waktu kecil saya selalu dibawa oleh kakek saya, orangtua saya ke Taman Makam Pahlawan. Di situ ditunjukkan, 'ini makam pamanmu, pamanmu gugur waktu memperjuangkan kita merdeka'," ujar Prabowo.

"Jadi lingkungan ini ikut memengaruhi saya, sehingga dalam langkah demi langkah, saya selalu meraskan, bangsa saya harus kuat, harus makmur, harus sederajat dengan bangsa yang pernah menjajah kita," sambungnya.

Ganjar Pranowo

Sementara itu, Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai, pendidikan adalah perilaku, budi pekerti, belajar menghormati, dan menjaga intergitas.

Karenanya, pendidikan tak bisa dibatasi hanya di bangku sekolah. Ia menyebut, ini merupakan alasan pendidikan tak bisa dipisahkan dari kebudayaan.

Akan tetapi, ia melihat banyak orang kini menganggap belajar digantikan dengan sekolah. Dengan begitu, mereka yang tidak sekolah dianggap tidak belajar.

"Tidak cukup pendidikan itu seperti 'pabrik' yang menciptakan orang untuk bekerja. Karena mereka dididik intelektualnya, emosionalnya, spiritualitasnya, sehingga kelengkapan manusia lebih baik," kata Ganjar.

Bakal capres dari PDI-P ini juga menyoroti maraknya perundungan atau bullying di sekolah.

Menurutnya, hal ini disebabkan oleh sekolah yang tak lagi menyenangkan dan membuat stres siswa.

"Sekolah kita itu bikin stres, datang besok gurunya marah, temennya mau bully, maka kerinduan untuk sekolah kemudian kurang. Maka sekolah mesti menyenangkan, besok dia rindu dengan gurunya, temennya," jelas dia.

Anies Baswedan

Dalam kesempatan yang sama, Anies Baswedan memiliki pandangan tersendiri terkait pendidikan di Indonesia.

Anies menuturkan, pendidikan akan semakin baik jika para pendidik menempatkan dirinya sebagai seorang pemimpin di kelas, bukan mengajar.

Refleksi ini ia dapatkan ketika bertugas di Indonesia Mengajar.

"Memimpin itu kan paling mudah bila anak-anaknya mau ngikut dia. Anak SD itu jujur. Kalau membosankan, Anda ditinggalkan. Lain halnya kalau di sini (acara), membosankan masih dilihatin terus," jelas Anies.

Dengan para guru menempatkan diri sebagai pemimpin di kelas, maka akan tercipta interaksi antara leaders dan followers.

Selain itu, Anies juga menyoroti pendidikan di Indonesia yang hanya dianggap sebagai program dan dimonopoli oleh pemegang kewenangan.

Padahal, pendidikan semestinya menjadi sebuah gerakan, sehingga membuka ruang bagi siapa pun untuk terlibat di dalamnya.

"Jadi sekolah membuka ruang kepada masyarakat untuk terlibat, pengambilan kebijakan juga melibatkan para pegiat-pegiat pendidikan," kata mantan gubernur DKI Jakarta itu.

"Sementara kita menyaksikan bahwa yang dimiliki pemerintah itu dua, viskal dan otoritas. Yang tidak dimiliki itu inovasi, kreasi, pengalaman lapangan, jaringan," sambungnya.

Padahal, hal-hal itu dimiliki oleh para pegiat pendidikan.

Oleh karena itu, jika pendidikan dianggap sebagai gerakan, negara dalam hal ini pemerintah harus membuka ruang, mengajak semua pihak terlibat, dan berkolaborasi.

Ini membutuhkan kemauan dari sekolah, pemerintah, pemegang kewenangan untuk membuka diri dan tidak menempatkan diri sebagai pelaku terpenting.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/08/02/103000265/adu-pendapat-tiga-bakal-capres-soal-pendidikan-di-indonesia-apa-kata-mereka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke