Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ancaman Populasi Sepeda Motor terhadap Transportasi Kota

Angka itu merupakan jumlah populasi secara keseluruhan sepeda motor yang tercatat di Kepolisian. Dari jumlah tersebut, pasti ada sepeda motor yang masih aktif beroperasi. Namun, bisa jadi, ada juga yang sudah tidak beroperasi karena rusak.

Angka tersebut akan membesar dari waktu ke waktu seiring jumlah penduduk Indonesia yang tahun ini mencapai 280 juta orang. Sudah tentu pula target penjualan dan kepemilikan kendaraan akan dikejar oleh pengusaha sepeda motor agar mendekati angka 100 persen populasi penduduk.

Apalagi, ada peluang orang diperbolehkannya memiliki lebih dari satu kendaraan roda dua. Kalau fenomena kepemilikan sepeda motor sama dengan fenomena kepemilkan handphone, populasi sepeda motor berpeluang melebihi jumlah penduduk (seluruh kelompok usia penduduk).

Sisi Ekonomi dan Transportasi

Apakah itu pertanda baik atau buruk? Dari sisi lalu lintas, tentu saja tingginya jumlah populasi sepeda motor menjadi masalah yang kompleks.

Secara ekonomi, jumlah sepeda motor yang tinggi menandakan ekonomi berputar kencang karena mobilisasi orang dan barang tinggi. Ini sejalan juga dengan tingginya aktivitas ekonomi.

Meskipun kita perlu juga melihatnya dari sisi “sehat atau tidak sehatnya ekonomi” jika ditinjau dari sedikit atau banyaknya populasi sepeda motor. Apalagi jika kita melihatnya dari sisi emisi dan perubahan iklim. Tingginya populasi sepeda motor akan menjadi masalah dan ancaman serius bagi keberlangsungan lingkungan hidup, terutama di perkotaan.

Dari sisi transportasi, banyaknya orang yang menggunakan sepeda motor menandakan tugas besar pemerintah menyiapkan angkutan umum (terutama di) perkotaan masih harus terus diperjuangkan dengan cara-cara yang agresif dan progesif.

Sebab, cara yang sifatnya normatif dan prosedural akan menyebabkan sulitnya perkembangan angkutan umum bisa cepat terjadi dan terealisasi. Ketika angkutan umum lamban berkembang dan tidak dengan cepat menarik masyarakat untuk menggunakannya, masyarakat akan dengan sedirinya mencari alternatif moda angkutan yang dianggap lebih efisien dan efektif dan itu adalah sepeda motor.

Itu pun terjadi karena daya beli masyarakat baru sampai pada mampu membeli sepeda motor. Ketika ekonomi keluarga mereka sudah mengalami peningkatan, mereka akan menggunakan mobil. Dengan begitu, populasi sepeda motor dan mobil akan tumbuh bersamaan meskipun dari sisi proporsi masih akan tinggi sepeda motor. Hal ini mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat riil kita seperti apa.

Ke depan bukan tidak mungkin populasi mobil pribadi akan jauh lebih tinggi daripada sepeda motor, jika kondisi eknomi warga membaik. Namun, ini akan menjadi masalah yang serius bagi semua sektor. Sektor ekonomi, lingkungan hidup, dan transportasi akan melihat ini sebagai bahaya.

Dulu ada wacana pembatasan produksi dan kepemilikan kendaraan pribadi terutama sepeda motor. Namun, upaya pemerintah mengejar pertumbuhan ekonomi telah "membuang" wacana itu.

Ketika mobilitas masyarakat meningkat, yang terbantukan oleh sepeda motor, hal itu menggeliatkan ekonomi di daerah di mana mereka beraktivitas. Variabel mobilitas masyarakat dan kegiatan mereka yang didukung sepeda motor menjadi variabel yang sangat besar pada akivitas dan pertumbuhan ekonomi saat itu. 

Namun perlu ada perubahan skenario agar tidak menjadi blunder di masa depan yang sifatnya akan semakin kompleks.

Penelitian yang dilakukan Filippo Carlo Wezel et al (Elsevier, 2006) menunjukkan dinamika sektor industri sepeda motor yang melihatnya sebagai bisnis luar biasa menguntungkan. Tetapi sebenarnya menimbulkan persoalan di kehidupan masyarakat dan ekonomi suatu negara yang dominan menggunakan dan mengandalkan sepeda motor.

Solusi

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menghadapi fenomana sepeda motor yang jumlahnya sudah sangat banyak dan secara bersamaan mengupayakan menekan pertumbuhan penggunaan dan kepemilkan sepeda motor di Indonesia.

Pertama, pemerintah meneruskan kebijakan pengembangan angkutan umum perkotaan di seluruh Indonesia. Berdasarkan catatan pemerintah, saat ini ada 98 kota di Indonesia yang menjadi tempat tinggal 56,7 penduduk Indonesia. Sementara jumlah kabupaten ada 416 dan hanya menampung 43,3 persen penduduk Indonesia.

Konsepnya bisa menggunakan model pengadaan bus kota untuk dititip operasional kepada PO (perusahaan otobus swasta). Praktik semacam itu sudah berjalan dan survive dalam bisnis tersebut. Pengadaan bus dan penitipan bus diupayakan bersifat sangat masif agar populasi bus kota di Indonesia meningkat pesat.

Dengan begitu, layanan angkutan penumpang akan meningkat pesat. Pembagian tugas antara pemerintah, PO pengelola bus, dan perusahaan lainnya dalam mengembangkan angkutan umum perkotaan perlu disusun skenarionya yang merupakan penyempurnaan dari skenario yang sudah ada selama ini.

Gagasan Dirjen Hubdat mendorong keterlibatan swasta non-angkutan untuk berkontribusi dalam pengembangan angkutan umum yang sedang diupayakan pemerintah, perlu didorong dan dibuatkan pedoman teknis. Konsep CSR untuk angkutan umum yang digagas Dirjen Perhubungan Darat, Kemenhub, Hendro Sugiatno, perlu dipertimbangkan untuk menjadi bagian penting dalam pengembangan angkutan umum perkotaan dalam skenario BTS (buy the service). Dana BTS bisa berasal dari mana saja, salah satunya dari CSR.

Karena itu akuntabilitas sistem dan organisasi tata kelolanya perlu segera dimatangkan. Jika setiap kota mendapatkan 500 bus maka untuk 98 kota dibutuhkan 49.000 unit bus yang akan memiliki daya angkut sekitar 25 juta perjalanan per hari (kurang lebih).

Hal itu akan menjadi pengurang potensi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) oleh sepeda motor hingga 250-300 miliar per hari (petralite). Angka ini akan menyumbang pengurangan subsidi dan menekan tingkat emisi di perkotaan.

Pengembangan BRT (bus rapid transit) semua kota di Indonesia perlu dihidupkan lagi dengan konsep baru dan cara baru. Setiap kota akan memiliki populasi angkutan bus yang akan menjadi dominan di jalan raya perkotaan. Tentunya dengan manajemen dan pembiayaan yang lebih sempurna lagi.

Kedua, setelah populasi bus dominan maka secara bersamaan dibuatkan regulasi pembatasan penggunaan kendaraan pribadi (termasuk sepeda motor). Tidak boleh ada pembelian sepeda motor ganda nama, hanya boleh satu SIM dan satu KTP untuk membeli dan memiliki satu kendaraan sepeda motor dan satu mobil.

Pajak kendaraan ditingkatkan, termasuk pajak/retribusi parkir dimahalkan. Skenario seperti ini sudah sangat dipahami penggiat transportasi di pemerintah maupun perguruan tinggi.

Populasi sepeda motor yang tumbuh tinggi harus dilawan dengan meningkatkan populasi bus kota dan angkutan pedesaan. Jika ini bisa dilakukan maka bisa sejalan dengan rencana dan target SDGs (Sustainable Development Goals), bisa menjadi upaya serius pemerintah untuk melawan perubahan iklim global di Indonesia.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/23/145852865/ancaman-populasi-sepeda-motor-terhadap-transportasi-kota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke