KOMPAS.com - Dalam beberapa bulan terakhir, media sosial diramaikan dengan berbagai 'tingkah' turis asing di Bali yang kerap meresahkan warga lokal.
Beberapa di antaranya mengendarai motor secara ngawur hingga membahayakan pengendara lain.
Selain itu, pihak Imigrasi juga beberapa kali mendapati adanya turis asing yang bekerja secara ilegal di Bali.
Lantas, mengapa turis asing kini leluasa melanggar aturan di Bali?
Tingginya konsentrasi turis di satu kawasan
Sosiolog Universitas Udayana Wahyu Budi Nugroho mengatakan, sikap yang ditunjukkan oleh turis asing di Bali tidak hanya mencederai masyarakat setempat, tetapi juga Pulau Bali yang terkenal sebagai obyek wisata budaya dan spiritual.
Menurutnya, turis asing di Bali yang kini lebih leluasa bertindak di luar batas disebabkan oleh tingginya konsentrasi mereka di suatu kawasan, seperti di Canggu.
Hal ini kemudian mendorong munculnya tindakan berdasarkan kebiasaan mereka di negara asalnya.
"Secara sosologis, ketika kerumunan tercipta, maka individu-individu yang ada di dalamnya cenderung bertindak berdasarkan preferensi dan kebiasaan kerumunan tersebut," kata Wahyu kepada Kompas.com, Rabu (8/3/2023).
"Bahkan sering kali ini masih bertahan ketika individu tidak lagi menjadi bagian dari kerumunan," sambungnya.
Terkait aktivitas ekonomi ilegal, Wahyu menyebut hal ini merupakan indikasi bahwa mereka telah membentuk modal ekonomi, modal sosial, dan modal kultural sendiri.
Dengan demikian, adanya sejumlah turis asing yang melakukan kegiatan ekonomi ilegal ini seolah memunculkan masyarakat dalam masyarakat.
Wahyu menuturkan, kondisi ini menuai banyak protes dari warga lokal, khususnya melalui media sosial.
"Mereka yang melayangkan protes dan kritik melalui media sosial ini dapat ditempatkan sebagai quasi group atau kelompok semu," jelas dia.
Artinya, masyarakat masih menganggap persoalan tersebut bersifat pribadi dan personal, antara dirinya dan WNA semata.
Jika terus dibiarkan, kelompok semu ini akan berubah menjadi kelompok konkret atau kelompok konflik.
Menurutnya, adanya kelompok konflik ini berpotensi menimbulkan konflik realistis dan nonrealistis di masa depan.
"Konflik realistis adalah konflik yang terjadi secara langsung antara WNI dengan WNA, sedangkan konflik nonrealistis adalah konflik yang terjadi antara sesama WNI, jika ditemui ada WNI yang turut bekerja bersama WNA," ujarnya.
Untuk itu, Wahyu meminta ketegasan pemerintah agar turis asing lebih menghormati nilai, norma, dan budaya setempat.
Ia menilai, perlu adanya sanksi tegas bagi mereka yang melakukan aktivitas ekonomi ilegal.
Tak hanya itu, pemerintah sebaikya membuka saluran pelaporan yang jelas bagi warga lokal terkait aktivitas turis asing yang meresahkan.
"Terakhir, perlunya dibentuk Satgas yang secara khusus mengurus persoalan WNA," tutupnya.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/08/091000365/mengapa-turis-asing-di-bali-kini-leluasa-melanggar-aturan-