KOMPAS.com - Sebuah video prank dua orang perempuan berpura-pura akan menculik anak SD, viral di media sosial.
Perempuan dewasa yang menaiki sepeda motor itu membujuk dua anak kecil untuk diculik sampai ketakutan bahkan trauma.
Belakangan, dua orang perempuan yang membuat video prank pura-pura akan menculik tersebut meminta maaf dan mengaku hanya bercanda.
"Itu bukan bercanda, itu bukan candaan yang menyenangkan, sebaiknya jangan dilakukan," ujar Astrid saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/11/2022).
Agar tidak sembarang dalam membuat konten yang melibatkan anak, berikut penjelasan Astrid mengenai cara aman membuat konten bersama anak.
Cara aman bikin konten bersama anak
Mengenai membuat konten bersama anak, Astrid mengatakan, orang tua memiliki hak untuk melindungi anak, termasuk mengupayakan berada di lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
Selain itu, orangtua juga perlu consent atau persetujuan dari anak jika ingin membuat konten.
Hal ini penting untuk dilakukan karena anak belum memiliki filter terhadap rasa aman bagi dirinya.
"Kita tahu kalau di dunia industri, kalau mereka ada bercanda itu mereka membangun suasana dan ikatan terlebih dulu satu sama lain, no hard feeling, termasuk pada orang dewasa," ujar Astrid.
"Tapi ini kan anak, tidak ada jaring pengaman, tidak dibantu program persiapan anak, jadi kalau orang dewasa ingin melibatkan anak dalam konten perlu adanya lingkungan yang aman dan ada pendampingan dari orang dewasa juga," lanjut dia.
Adapun hal itu juga penting diterapkan kepada seluruh anak, tidak hanya anak biologis kita.
Selain itu, hindari juga perilaku yang sekiranya menghilangkan rasa aman anak.
Jika dari contoh video viral tadi, berarti orang dewasa itu sudah menghilangkan rasa aman anak dengan memberi ancaman "culik" pada anak.
Astrid mengatakan, pemberian ancaman itu sudah termasuk kekerasan emosional.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/18/123000565/ramai-video-prank-menculik-anak-sd-berujung-maaf-ini-kata-psikolog