Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Potret Fatwa Tentang Maulid Nabi Muhammad SAW di Dunia Islam

Di berbagai daerah, sesuai dengan kearifan yang dimilikinya, masyarakat melakukan peringatan dan perayaan sebagai wujud kecintaan dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Di tengah perayaan Maulid itu muncul suara sumbang di media sosial tentang hukum perayaan. Meski tema itu selalu muncul setiap tahun dan tidak pernah selesai diperdebatkan, tetapi menarik pula disimak secara global bagaimana pendapat para ulama tentang perayaan Maulid Nabi SAW.

Patut dicatat, di Indonesia peringatan atau perayaan Maulid Nabi tidak hanya terjadi sehari-dua hari, tetapi bisa dua-tiga bulan. Dengan demikian, meski bulan Rabi’u al-Awwal sudah berlalu dan kini memasuki bulan Rabi’u al-Tsani atau Rabi’u al-Akhir, pembahasan tentang Maulid Nabi masih relevan.

300 fatwa tentang Maulid Nabi

Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana sesungguhnya potret fatwa tentang Maulid Nabi Muhammad di dunia Islam.

Sebuah lembaga bernama Muasysyir al-Alam Li al-Fatwa (Global Fatwa Index/GFI) dalam laporan menyebutkan bahwa hingga saat ini fatwa terkait perayaan Maulid Nabi, baik dari lembaga fatwa resmi negara, organisasi maupun perorangan, fatwa baru ataupun fatwa lama, fatwa komunitas lokal, regional atau global, jumlahnya mencapai lebih kurang 300 fatwa.

Dari sekian banyak fatwa itu, 70 persen membolehkan umat Islam melakukan perayaan atau peringatan Maulid Nabi SAW dengan beragam alasan. Sementara 30 persen lainnya tidak membolehkan perayaan atau peringatan Maulid Nabi.

Khusus untuk Mesir, menurut GFI, 80 persen fatwa lembaga resmi Mesir, seperti Darul Ifta, Universitas Azhar, dan Majma’ al-Buhuts al-Islami (lembaga studi Islam) membolehkan umat Islam merayakan Maulid Nabi SAW. Sebanyak 20 persen lainnya tidak membolehkannya.

Sejumlah 20 persen fatwa yang melarang umat Islam merayakan Maulid Nabi SAW itu berasal dari fatwa kelompok Salafi dan ideologi ekstrem.

Dalam konteks ideologi ekstrem seperti ISIS dan Al Qaeda, fatwa-fatwa dari ISIS ataupun Alqaeda tentang perayaan Maulid Nabi SAW dinyatakan 100 persen melarang atau mengharamkan perayaan maulid. Bagi penganut ideologi ekstrem, perayaan Maulid Nabi SAW adalah bidah yang sesat dan umat Islam dilarang melakukannya.

Demikian juga dengan ideologi Salafi (Wahabi), 95 persen fatwa dari kelompok Salafi menyatakan perayaan Maulid Nabi SAW sebagai bidah yang buruk.

Alasan utama Salafi dalam melarang perayaan Maulid adalah karena Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan generasi awal tidak melakukannya. Segala yang tidak dilakukan Nabi dan sahabat digolongkan sebagai perkara bidah yang buruk.

Dalam konteks global di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, dan Afrika Selatan, GFI menemukan dua model fatwa, yakni 65 persen fatwa melarang perayaan Maulid Nabi dan 35 persen membolehkan perayaan atau peringatan Maulid Nabi.

Sejumlah 65 persen fatwa yang melarang perayaan Maulid Nabi SAW itu  berasal dari lembaga dan tokoh yang terafiliasi dengan organisasi dan paham atau ideologi ekstrem.

Data GFI itu menunjukkan bahwa fatwa tentang perayaan Maulid Nabi SAW di dalam dunia Islam saat ini terkait erat dengan ideologi atau paham suatu gerakan keislaman. Fatwa tentang Maulid Nabi bukan lagi sekadar khilafiyah dalam agama atau perbedaan pendapat tentang furu’ (cabang) kajian Islam, melain juga kaitannya dengan soal ideologi dan gerakan ektremisme dan terorisme global.

Semakin esktrem ideologi atau pemahaman suatu kelompok semakin solid fatwa pelarangan atau pengharaman terhadap perayaan Maulid Nabi SAW dipromosikan.

Kiranya, masalah ini sangat relevan untuk melihat ideologi dan gerakan Islam yang tengah berkembang di Indonesia.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/03/110538165/potret-fatwa-tentang-maulid-nabi-muhammad-saw-di-dunia-islam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke