Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menanti Strategi Indonesia "Mendinginkan" Konflik Rusia-Ukraina di G20

Sebab konflik tersebut juga secara tak langsung mendikotomi antara Rusia dan Barat yang dimotori oleh Amerika Serikat.

Karena kedua kubu sama-sama menjadi anggota, mau tidak mau krisis tersebut akan merembet ke Presidensi G20.

Desakan mendepak Rusia dari G20

Presiden AS Joe Biden bahkan secara terang-terangan telah menyarankan Indonesia untuk tidak mengundang Rusia pada G20.

Tak hanya itu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen baru-baru ini juga menyerukan agar Rusia dikeluarkan dari G-20.

Bahkan, AS mengancam akan memboikot sejumlah pertemuan G20 jika pejabat Rusia muncul.

"Dia (Biden) meminta agar Rusia dikeluarkan dari G20, dan saya telah menjelaskan kepada rekan-rekan saya di Indonesia bahwa kami tidak akan berpartisipasi dalam sejumlah pertemuan jika Rusia ada di sana," kata Yellen dalam menanggapi sebuah pertanyaan, Rabu (6/4/2022), dilansir dari Reuters.

Desakan ini dilontarkan dengan tujuan agar Rusia menghentikan invasinya ke Rusia.

Ujian netralitas Indonesia

Tak hanya mendesak dikeluarkannya Rusia dari G20, AS juga memprakarsai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangguhkan Rusia dari Dewan HAM PBB.

Dalam voting tersebut, Indonesia bersama 57 negara lain memutuskan untuk abstain.

Alasannya, Indonesia akan menunggu hasil investigasi tim independen terkait dugaan pembantaian yang dilakukan Rusia di Bucha, Ukraina.


Sikap abstain ini pun diapresiasi oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana.

Menurutnya, ada tiga alasan mengapa Indonesia harus mengambil sikap abstain.

Pertama, Indonesia dalam posisi belum mendapatkan hasil verifikasi terkait dengan gambar yang ada dan siapa pelakunya.

"Kedua, Indonesia tidak mengekor AS dalam menghakimi Rusia bahwa Rusia salah," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Sabtu (9/4/2022).

Ketiga, AS dan sekutunya berupaya agar Rusia dikenakan sanksi dalam keanggotaan berbagai organisasi dan forum internasional, termasuk G20.

Hikmahanto menyebut, tindakan itu justru bisa mengeskalasi konflik dan tidak akan menghentikan serangan Rusia terhadap Ukraina.

"Tentu Indonesia tidak setuju dengan jalan yang diambil oleh AS dan sekutunya, mengingat Indonesia berkeinginan untuk menciptakan perdamaian di Ukraina dan mengakhir tragedi kemanusiaan," jelas dia.

Strategi "Juru Damai"

Selain itu, ia juga mengapresiasi langkah Menteri Luar Negeri Retno Masudi yang terbang langsung ke Eropa untuk berkonsultasi dengan pihak terkait.

Sebab, konflik Rusia-Ukraina berpotensi membuat G20 gagal diselenggarakan.

Menurutnya, ada beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk "mendinginkan" konflik ini.

Pertama, Indonesia harus memberi pemahaman kepada negara-negara pro-AS bahwa permintaan Rusia adalah jaminan agar NATO tidak melakukan ekspansi ke Timur.

"Selanjutnya, minta negara-negara Eropa untuk membuat jaminan tertulis bahwa mereka tidak akan menerima Ukraina sebagai anggota NATO," ujarnya.

Dengan bekal ini, ia berharap Indonesia bisa bertemu Rusia dan memintanya untuk melakukan gencatan senjata.

Langkah ini kemudian diikuti dengan permintaan Indonesia kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky agar tidak melakukan provokasi ke Rusia dan lebih mengedepankan rakyatnya.

"Karena provokasi terhadap Rusia akan meningkatkan agresivitas Rusia dan itu dilampiaskan dengan membuat rakyat Ukraina dalam situasin yang sulit," tambah dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/09/133000965/menanti-strategi-indonesia-mendinginkan-konflik-rusia-ukraina-di-g20

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke