Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Selama Pandemi, Nenek dan 2 Ekor Kucingnya Ini Tak Dipelihara Negara

Ia tinggal di rumah indekos berukuran 2x3 meter dan sudah menjadi warga Kota Surabaya sejak 1959. Suaminya, Subaru, meninggal dunia pada tahun 2006 silam.

Ketika Kompas.com mendatangi rumahnya, Selasa (24/8/2021), Sumirah mengaku menggantungkan hidup dari hasil berjualan keripik dan jajanan anak-anak sejak suaminya meninggal dunia. Warga Kelurahan Simomulyo Baru, Kecamatan Sukomanunggal itu tak memiliki keturunan.

Beragam pekerjaan ia lakoni demi menyambung hidup. Mulai menjadi perawat anak-anak, menjadi tukang pijat, hingga berdagang. Sayangnya, kehidupannya tak kunjung membaik.

Untuk membayar sewa indekos sebesar Rp 250.000 per bulan pun, Sumirah tak sanggup. Ia menggantungkan uluran tangan para dermawan yang berasal dari tetangga dan warga sekitar, lalu menggabungkannya dengan uang hasil penjualan keripik.

Penyebabnya; Nenek Sumirah tak pernah mendapat uluran bantuan berupa sembako maupun uang tunai dari perangkat pemerintahan setempat.

Tak masuk daftar penerima bantuan pandemi pemerintah

Selama pandemi Covid-19, baik saat PSBB maupun PPKM saat ini, Sumirah tak pernah mendapat bantuan sekali pun dari RT, RW, kelurahan, hingga kecamatan setempat.

Melihat kenyataan itu, Sumirah mengaku sedih setiap melihat tetangga dan warga lain mengantre bantuan dari pemerintah.

Dia hanya bisa memandangi, sembari berusaha tetap mengucap syukur dalam hati lantaran masih diberi kesehatan hingga saat ini.

"Mulai corona, saya tidak dapat (bantuan) apa-apa, sumpah demi Allah, Nak. Belum pernah juga disenggol (mendapat kabar)," ujarnya. "Saya lihat orang-orang ambil beras dan duit, hati saya menangis, Nak," ujarnya.

Sumirah benar-benar tak tahu mengapa orang seperti dirinya tak mendapatkan bantuan. "Saya sudah tanya RT/RW (terkait bantuan), katanya ndak ada jatahe (jatahnya), bilang begitu, Nak," tuturnya, menitikkan air mata.

Terakhir, kata dia, pemerintah mendata namanya perihal Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada 2009 dan 2013. Setelah itu, ia tak pernah lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah padahal Sumirah telah menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan untuk pendataan lebih lanjut kepada RT-RW, di antaranya seperti fotokopi KTP, KK, dan SKTM.

Namun, hingga saat ini, dirinya tak kunjung mendapatkan bantuan. 

"Saya sampai pernah bilang ke RT RW begini, 'Pak, saya mau tanya, apa saya ini gelandangan? Kok sampai tidak didata?' Lalu diminta KTP, tapi ya begitu, tidak ada kabar apa-apa," tutur dia.

Urun daya dari para tetangga

Sumirah bertahan hidup dengan belas kasihan dari para tetangga. Tetangga kos Sumirah, yakni Eni Nurhayati (38) adalah salah satu saksi matanya.

Karena tak pernah mendapat bantuan dalam bentuk apa pun dari pemerintah selama pandemi Covid-19, para tetangga dan kerabat urun daya untuk nenek 89 tahun itu.

"Sehari-harinya, ya, dibantu tetangga. Saya sudah seperti anak, cucu, sekaligus saudara, beliau di sini sejak saya masih kecil," kata dia.

Sebagai tetangga, Eni mengaku telah mengupayakan Sumirah melengkapi pendataan agar bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah selama pandemi. "Sudah lapor RT RW, sampai KTP juga sudah diperbaiki," ujar dia.

Guna meringankan biaya dan kehidupan Sumirah, Eni dan warga sekitar berinisiatif untuk menggalang bantuan seadanya. Berapa pun hasil dan bentuk bantuannya, hasilnya langsung diberikan kepada Sumirah, tanpa harus menunggu campur tangan dari pemerintah.

"Kalau warga sini ya tetap bantu seadanya. Kalau sakit ya dirawat bareng-bareng, patungan bareng-bareng, di sini ya seperti itu," tutur dia.

Akhirnya dapat bantuan 

Pemerintah Kota Surabaya akhirnya merespon pemberitaan tentang Sumirah di Kompas.com. Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Suharto Wardoyo bersama jajaran pejabat kecamatan, kelurahan beserta Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) menyambangi rumah Sumirah, Selasa (24/8/2021) malam.

Pria yang akrab disapa Anang itu mengakui bahwa Sumirah belum mendapatkan bantuan sosial seperti permakanan dari pemkot maupun program bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat.

"Setelah kami cek di aplikasi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), data klien juga belum masuk. Sehingga kami masukkan dulu ke dalam aplikasi MBR itu untuk intervensi ke depannya," kata dia.

Sedangkan untuk layanan kesehatan, Sumirah telah mendapatkan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar menginformasikan kepada pemkot melalui aplikasi WargaKu maupun lewat kelurahan dan kecamatan setempat. "Karena kami di pemerintah juga terbatas," ujar dia.

Dikonfirmasi terpisah, Camat Sukomanunggal Kota Surabaya, Lakoli mengklaim bahwa Ketua RW setempat sudah berkali-kali mengusulkan agar warganya itu dimasukkan ke dalam data MBR.

"Namun, usulan itu ditolak oleh sistem di dalam aplikasi."

Tak hanya Pemkot Surabaya, Nenek Sumirah memperoleh bantuan dari kalangan politisi DPRD Surabaya, hingga Perum Bulog.

Sumber: Kompas Regional (Penulis: Kontributor Surabaya, Ghinan Salman, Achmad Faizal| Editor: Robertus Belarminus, Phytag Kurniati)

https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/27/093000365/selama-pandemi-nenek-dan-2-ekor-kucingnya-ini-tak-dipelihara-negara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke