Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Penyintas Covid-19, Terpaksa Berutang demi Biaya Pengobatan

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 telah berlangsung selama lebih dari 10 bulan di Indonesia.

Tercatat ada 882.418 orang yang terinfeksi Covid-19, termasuk 12.818 orang yang baru saja dilaporkan pada Jumat (15/1/2021). 

Namun dari semua pasien yang dinyatakan positif Covid-19, tidak semuanya mendapatkan informasi apa yang harus dilakukan setelah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. 

Selain itu, sebagian pasien juga harus mengeluarkan biaya mandiri untuk perawatan, mulai dari tes PCR untuk mendeteksi infeksi, hingga biaya yang dikeluarkan untuk menebus obat.

Berikut ini adalah kisah Ajeng (24), seorang penyintas Covid-19 di Surakarta, Jawa Tengah, yang berinisiatif isolasi mandiri, hingga berutang untuk pengobatannya.

Dinyatakan positif Covid-19 Desember 2020

Ajeng menuturkan, dia pertama kali merasakan tidak enak badan pada 11 Desember 2020 malam. Karena merasakan demam, dia kemudian pergi memeriksakan diri ke klinik pada 12 Desember 2020 siang.

"Dites darah kan, cuma bukan rapid atau swab sih. Cuma dites imunoglobin dan kandung-kandungannya itu. Hasilnya itu bagus, sehingga aku cuma diberi resep paracetamol, vitamin, sama obat radang," kata Ajeng saat dihubungi Kompas.com, Jumat (15/1/2021).

Setelah berobat dari klinik, Ajeng kemudian memutuskan untuk beristirahat di tempat kosnya.

Kemudian pada 14 Desember 2020, Ajeng mendapat kabar jika atasan di tempatnya bekerja dinyatakan positif Covid-19. Pada sore hari itu, dia kemudian berangkat ke salah satu rumah sakit swasta di Surakarta untuk melakukan tes swab PCR.

Ajeng mengatakan, biaya tes swab PCR yang dia lakukan sebesar Rp 1.400.000, dan hasilnya keluar lima hari kemudian. Biaya tes tersebut ditanggung oleh atasannya.

Selama jeda waktu menunggu hasil tes PCR keluar, Ajeng mengatakan, dirinya melakukan isolasi mandiri di tempat kosnya.

"Akhirnya tanggal 18 Desember, hasilnya positif. Di situ jujur aku enggak mendapatkan arahan apa pun. Kayak aku harus gimana gitu," ujar Ajeng.

Menurut Ajeng, petugas tes hanya menunjukkan hasil tes kepadanya tanpa memberikan arahan mengenai prosedur selanjutnya yang harus dia jalani.

"Seharusnya aku dapat hasil lab-ku kan, cuma waktu itu aku enggak dapat juga. Aku cuma diberi surat keterangan doang kalau aku itu positif," kata Ajeng.

Berutang untuk biaya pengobatan

Karena merasa biaya perawatan di RS swasta tempat dia menjalani tes swab PCR mahal, maka Ajeng berinisiatif mencari RS dengan biaya yang lebih murah.

Perempuan asal Madiun, Jawa Timur ini menambahkan, karena dia tidak tercatat sebagai warga Surakarta, maka Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dia miliki tidak dapat digunakan.

Dia mengatakan, pengalaman itu sudah pernah ia rasakan semasa kuliah dan harus berobat ke Puskesmas di daerah kampus Universitas Sebelas Maret (UNS). Kartu KIS-nya ditolak karena beda domisili.

"Dari pengalaman itu, akhirnya aku enggak kepikiran untuk berobat melalui Puskesmas. Karena aku enggak mau ribet, dan kalau aku (mengurus) pindah domisili dalam kondisi aku kena Covid-19 itu, aku enggak kepikiran," kata Ajeng.

Dia akhirnya mendapat informasi dari salah satu temannya bahwa ada RS lain di Surakarta yang menyediakan biaya pengobatan lebih murah.

"Ya udah aku ke sana, terus aku dites seperti biasa, kayak tekanan darah gitu, terus diresepin (obat) doang. Enggak di-screening dan sebagainya. Mungkin karena udah tahu aku Covid kali ya," kata Ajeng.

"Kebetulan aku enggak yang bergejala berat sih, aku cuma sempet demam tinggi tapi enggak berhari-hari. Sama aku kehilangan indera penciumanku dan rasaku," imbuhnya.

Dia menyebut, untuk pengobatan itu dia harus membayar sekitar Rp 500.000. Uang tersebut dia dapat dari hasil berutang ke temannya, karena saat itu dia sedang tidak memiliki uang.

Di RS itu, Ajeng menuturkan bahwa dirinya juga tidak mendapat pengarahan apa pun dari petugas, hanya obat yang telah diresepkan saja.

Isolasi mandiri sampai 31 Desember

Setelah mendapat obat dari RS itu, Ajeng kemudian memutuskan untuk meneruskan isolasi mandiri di tempat kosnya hingga 31 Desember 2020.

Inisiatif isolasi mandiri itu ia lakukan tanpa arahan dari petugas kesehatan, hanya berbekal usahanya mencari informasi secara mandiri.

Setelah melakoni isolasi mandiri selama 14 hari, Ajeng kemudian berinisiatif melakukan rapid test antigen di RS yang sama dengan tempatnya mendapatkan obat.

"Aku enggak mau swab tes lagi. Aku enggak mau buang-buang uang itu, sehingga akhirnya aku isolasi sampai tanggal 31 Desember, terus aku tes rapid antigen," ujar Ajeng.

Ajeng menambahkan, sejak dinyatakan positif Covid-19 hingga melakoni isolasi mandiri, dan kemudian melakukan rapid test antigen pada 31 Desember 2020, tidak ada satupun petugas kesehatan yang melakukan tracing (pelacakan kontak) terhadap dirinya.

Ajeng mengatakan, hasil rapid test antigen-nya kemudian menunjukkan bahwa dia negatif, sehingga dirinya merasa sudah aman untuk kembali bekerja seperti biasa.

Meski demikian, dia mengaku sampai saat ini masih merasakan gejala-gejala yang dia curigai mengarah ke gejala long covid, seperti tidak enak badan, dan flu.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/15/172000865/kisah-penyintas-covid-19-terpaksa-berutang-demi-biaya-pengobatan

Terkini Lainnya

Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Tren
Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Tren
Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Kopi Sebelum Makan?

Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Kopi Sebelum Makan?

Tren
Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 7-8 Mei 2024

Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 7-8 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN]  Ikan Tinggi Albumin, Cegah Sakit Ginjal dan Hati | Pemain Malaysia Disiram Air Keras

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Albumin, Cegah Sakit Ginjal dan Hati | Pemain Malaysia Disiram Air Keras

Tren
PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

Tren
Waspada, Modus Penipuan Keberangkatan Haji dengan Visa Non-Haji

Waspada, Modus Penipuan Keberangkatan Haji dengan Visa Non-Haji

Tren
Cara Menyewa Kereta Api Luar Biasa untuk Perjalanan Wisata

Cara Menyewa Kereta Api Luar Biasa untuk Perjalanan Wisata

Tren
Kemendagri Pastikan PNS di Lubuklinggau yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia Sudah Kembali Jadi WNI

Kemendagri Pastikan PNS di Lubuklinggau yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia Sudah Kembali Jadi WNI

Tren
Ramai soal Milky Way di Langit Indonesia, Simak Waktu Terbaik untuk Menyaksikannya

Ramai soal Milky Way di Langit Indonesia, Simak Waktu Terbaik untuk Menyaksikannya

Tren
Seorang Suami di Cianjur Tak Tahu Istrinya Laki-laki, Begini Awal Mula Perkenalan Keduanya

Seorang Suami di Cianjur Tak Tahu Istrinya Laki-laki, Begini Awal Mula Perkenalan Keduanya

Tren
Cara Menghapus Semua Postingan Facebook, Mudah Bisa lewat HP

Cara Menghapus Semua Postingan Facebook, Mudah Bisa lewat HP

Tren
Dampak Pemasangan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, 21 Kereta Berhenti di Jatinegara hingga 30 November 2024

Dampak Pemasangan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, 21 Kereta Berhenti di Jatinegara hingga 30 November 2024

Tren
Mengenal Mepamit dan Dharma Suaka, Upacara Jelang Pernikahan yang Dilakukan Rizky Febian-Mahalini

Mengenal Mepamit dan Dharma Suaka, Upacara Jelang Pernikahan yang Dilakukan Rizky Febian-Mahalini

Tren
Apa Perbedaan antara CPU dan GPU Komputer? Berikut Penjelasannya

Apa Perbedaan antara CPU dan GPU Komputer? Berikut Penjelasannya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke