Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Covid-19 Lebih Banyak Membunuh Pria daripada Wanita? Ini Penjelasannya...

KOMPAS.com - Di awal terjadinya wabah virus corona, data dari rumah sakit di China mengungkapkan bahwa penyakit Covid-19 lebih banyak membunuh pria dibandingkan wanita.

Ternyata tak hanya di China, kasus tersebut juga ditemukan di negara lainnya seperti Korea Selatan, Italia, dan Amerika Serikat.

Melansir The Washington Post, (17/10/2020), menurut data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, pada pertengahan Oktober, virus corona telah membunuh lebih banyak pria daripada wanita di negara tersebut.

Untuk setiap 10 wanita yang diklaim dengan penyakit Covid-19 di AS, sebanyak 12 pria telah meninggal.

Perbedaan tersebut menjadi salah satu dari banyak aspek yang mengkhawatirkan dari virus corona jenis baru ini.

Kemungkinan penyebab

Kelompok peneliti yang mempelajari hubungan gender dengan penyakit akibat virus corona tak terkejut dan mempersiapkan berbagai hipotesis atas kejadian ini, salah satunya kemungkinan penyebab yang terkait dengan perilaku pria.

Pria lebih mungkin terpapar virus karena faktor sosial yang dapat menempatkannya lebih banyak kontak dengan orang yang terinfeksi. Sedangkan kemungkinan lainnya, paru-paru pria lebih rentan karena cenderung merokok.

Setelah berbulan-bulan wabah terjadi, pria menunjukkan tanggapan kekebalan yang relatif lebih lemah terhadap infeksi virus corona, yang dapat menyebabkan angka kematian bertambah.

"Jika Anda melihat data di seluruh dunia, jumlah pria yang terinfeksi sama banyaknya dengan wanita. Hanya keparahan penyakit yang lebih kuat pada sebagian besar populasi pada pria," ujar Franck Mauvais-Jarvis, seorang dokter Tulane University yang mempelajari perbedaan gender pada penyakit seperti diabetes.

Respons imun pria

Selain itu, pada umumnya wanita memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat, berkat hormon seks dan kromosom yang dikemas dengan gen yang berhubungan dengan kekebalan.

Ahli mikrobiologi Universitas Johns Hopkins Sabra Klein menuturkan, sekitar 60 gen pada kromosom X terlibat dalam fungsi kekebalan. Orang dengan dua kromosom X mendapatkan keuntungan dari beberapa gen tersebut.

Akiko Iwasaki, yang mempelajari pertahanan kekebalan terhadap virus di Universitas Yale, mempelajari bagaimana perbedaan jenis kelamin dapat berperan dalam infeksi virus corona.

"Kami melakukan pandangan holistik pada segala sesuatu yang dapat kami ukur secara imunologis," ujar Iwasaki.

Iwasaki menyebut sejumlah molekul dan sel yang membentuk benteng tubuh melawan patogen, seperti sitokin, kemokin, sel T, sel B, dan neutrofil.

Para ilmuwan menemukan, respons sel T pada pasien pria lebih lemah, di mana sel T tidak hanya mendeteksi sel yang terinfeksi dan membunuhnya, tapi juga membantu mengarahkan respons antibodi atau pengatur utama respons imun.

Lebih lanjut, kekuatan sistem kekebalan berkurang seiring bertambahnya usia, tanpa memandang jenis kelamin, dengan hasil yang menunjukkan bahwa respons sel T pada pria berusia 30-an dan 40-an setara dengan wanita berusia 90-an.

Melansir nytimes, tim Iwasaki menganalisis respons kekebalan pada 17 pria dan 22 wanita yang dirawat di rumah sakit segera setelah mereka terinfeksi virus corona.

Para peneliti mengumpulkan darah, usapan nasofaring, air liur, urin, dan feses dari pasien setiap tiga sampai tujuh hari.

Analisis tersebut mengecualikan pasien dengan ventilator dan memakai obat yang mempengaruhi sistem kekebalan.

"Untuk memastikan bahwa kami mengukur respons kekebalan alami terhadap virus," kata Iwasaki.

Lebih banyak sel T

Para peneliti juga menganalisis data dari 59 pria dan wanita tambahan yang tidak memenuhi kriteria tersebut.

Secara keseluruhan, para ilmuwan menemukan, tubuh wanita menghasilkan lebih banyak sel T, yang dapat membunuh sel yang terinfeksi virus dan menghentikan penyebaran infeksi.

Aktivitas sel T pada pria jauh lebih lemah dan kelambatan itu terkait dengan seberapa sakit pria tersebut, di mana semakin tua pria, respons sel T akan semakin lemah.

Wanita meningkatkan respons imun yang lebih cepat dan lebih kuat, di mana mungkin dikarenakan tubuhnya dirancang untuk melawan patogen yang mengancam bayi yang belum lahir atau yang baru lahir.

Tapi seiring waktu, sistem kekebalan dalam keadaan siaga tinggi yang konstan dapat berbahaya.

Kebanyakan penyakit autoimun, yang ditandai dengan respon imun terlalu kuat, lebih umum terjadi pada wanita daripada pria.

Perilaku berbeda

Di luar perbedaan biologis, akan sangat sederhana untuk mengabaikan bagaimana aspek gender lainnya seperti perilaku dan norma sosial, yang dapat mempengaruhi pandemi.

Secara umum, pria lebih kecil kemungkinannya untuk khawatir tentang Covid-19 daripada wanita, sesuai dengan pola bahwa wanita pada umumnya memperlakukan protokol kesehatan dengan lebih serius, seperti seperti mengenakan masker dan menerapkan jarak sosial.

Beberapa ahli berharap, momen ini dapat dimanfaatkan untuk menyoroti perbedaan gender dalam kesehatan lainnya.

Bagaimana pun, virus corona bukanlah satu-satunya masalah yang menimpa pria dan wanita secara tidak setara, demikian pula, kanker, asma, penyakit jantung, dan penyakit umum lainnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/18/164500165/mengapa-covid-19-lebih-banyak-membunuh-pria-daripada-wanita-ini

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke