Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berikut Analisis Lapan soal Banjir di Luwu Utara

KOMPAS.com - Banjir bandang sempat menerjang Masamba, di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada Senin (13/7/2020).

Diberitakan KOMPAS.com (14/7/2020), banjir disebabkan lantaran meluapnya sungai yang membuat akses jalan tertutup lumpur dengan ketinggian beragam.

Banjir di Luwu Utara sempat mengundang keprihatinan banyak pihak bahkan memunculkan trending tagar #prayformasamba dan #banjirluwuutara di Twitter.

Sejauh ini, setidaknya 19 orang telah meninggal dunia akibat banjir tersebut.

Sementara itu, menurut Kepala Pelaksana BPBD Luwu Utara Muslim Muchtar terdapat 15.000 jiwa yang mengungsi akibat banjir bandang tersebut.

Banjir bandang tersebut, menuut BMKG diakibatkan oleh hujan lebat yang dipengaruhi suhu muka laut di Teluk Bone.

Selain BMKG, Lapan juga menganalisis banjir yang terjadi di Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan tersebut.

Salah satunya yakni analisis terkait kemungkinan perubahan penutup lahan sebagai penyebab banjir.

“Hasil analisa penutup lahan tersebut menunjukkan tidak ada perubahan yang cukup signifikan baik untuk penutup lahan hutan, pertanian, maupun lainnya,” ujar Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dr M. Rokhis Khomarudin kepada Kompas.com, Jumat (17/7/2020).

Artinya, dari analisis yang dilakukan Lapan melalui tim Deputi Bidang Penginderaan Jauh menunjukkan kajian awal, banjir bukan diakibatkan dari alih fungsi lahan.

“Maksudnya tidak ada alih fungsi lahan yang signifikan. Tidak banyak perubahan area hutan menjadi area lainnya,” ujar Rokhis.

Analisis tersebut dilakukan menggunakan data satelit Landsar.

Meski demikian pihaknya menyampaikan hasil analisis tersebut masih perlu dikaji lebih mendalam karena ada beberapa spot pembukaan lahan yang belum terlihat jelas dari citra satelit yang digunakan.

"Masih diperlukan satelit dengan resolusi lebih tinggi untuk analisis lebih lanjut," katanya lagi.

Selain penutup lahan, Lapan juga menganalisis curah hujan yang terjadi pada 11-13 Juli 2020.

Pengamatan dengan satelit Himawari-8 menunjukkan memang terjadi hujan dengan intensitas tinggi pada 12 Juli 2020 pukul 22.00 WITA hingga pukul 06.00 WITA pada 13 Juli 2020.

Selanjutnya pada siang hari pada pukul 13.00 WITA hujan kembali terjadi dengan intensitas lama hingga malam hari saat banjir bandang terjadi.

“Curah hujan membawa pengaruh yang signifikan sebagai pembawa material lumpur dan ranting pohon dari wilayah hulu sungai,” terang Rokhis.

Sementara itu, Tim Lapan juga menganalisis struktur geomorfologi dan geologi di Kabupaten Luwu Utara yang memperlihatkan bahwa wilayah hulu sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba adalah perbukitan sangat terjal dan kasar yang dibentuk dari patahan-patahan tektonik masa lampau.

Banyaknya patahan yang ada di wilayah ini menyebabkan struktur batuan atau tanah tak cukup mempertahankan posisinya.

“Hal ini menyebabkan mudah terjadi longsor yang apabila terakumulasi dapat terjadi banjir bandang,” ujarnya.

Ia menyampaikan saat ini Tim Lapan bersama dengan tim dari Center of Remote Sensing ITB, Universitas Hasanudin, dan Asian Institute of Technology (AIT) masih terus bekerja untuk menganalisis daerah yang rusak akibat banjir bandang di kota Masamba.

“Masih terus dikaji lagi. Itu hasil awal,” pungkasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/17/095000565/berikut-analisis-lapan-soal-banjir-di-luwu-utara

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke