Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Media Online dan Akurasi Pemberitaan “Jokowi Buka Mal”

BERITA tentang rencana Presiden Jokowi mengunjungi mal di Bekasi menuai kritik keras terhadap media online atau daring.

Kritik dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari ketidakakuratan informasi sampai menyebut media sebagai penyebar hoaks.

Sama seperti tuduhan-tuduhan terhadap berbagai media daring sebelumnya, netizen yang marah lalu mulai mengaitkan dengan siapa pemilik media dan kepentingan politiknya.

Di pekan terakhir ini, setidaknya ada dua berita yang menjadi hujatan para netizen.

Pertama, pemberitaan mengenai salat berjamaah yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Kedua, pemberitaan mengenai tujuan kunjungan Jokowi ke satu mal di Bekasi.

Rasa penasaran membuat saya akhirnya mencari berita aslinya.

Di berita tentang pembukaan mal tersebut ada satu kutipan dari Kassubag Publikasi Eksternal Humasumas Hum Setda Bekasi Indah Indri Hadsari. Tidak hanya dalam bentuk kutipan di tulisan, pernyataannya juga disampaikan dalam bentuk audio.

Belakangan, media ini juga menyampaikan klarifikasi dari pihak-pihak lain mengenai tujuan kunjungan presiden.

Sayangnya, tuduhan bahwa media adalah penyebar hoaks banyak dilakukan tanpa melakukan penelusuran rangkaian berita yang dimuat di media tersebut.

Bila ditelusuri dengan benar, maka akan ditemukan bahwa judul berita yang dibuat media tidak didasarkan pada omong kosong.

Apa yang dilakukan oleh media daring yang menjadi pusat “perhatian” saat ini sudah tepat. Informasi sebelumnya tidak dihapus dan kemudian memberikan ruang untuk pihak lain mengklarifikasi.

Dengan cara ini, orang seharusnya bisa memahami bahwa pusat dari kesalahpahaman ini adalah narasumber pertama yang memberikan informasi yang belakangan dianggap keliru.

Cover all sides di berita yang berbeda

Tapi kan media harus memastikan informasinya benar?

Betul, keakuratan informasi juga bagian dari tanggung jawab media. Media harus mempertimbangkan dengan baik siapa yang bisa menjadi narasumber untuk berita.

Ada jenjang narasumber untuk media.

Pertama, sebisa mungkin narasumber yang dikutip adalah narasumber utama, artinya dia yang terlibat langsung dalam satu acara atau kejadian, atau tokoh utama dari satu peristiwa.

Kedua, narasumber sekunder, artinya dia yang mendengar dari narasumber utama, tetap dapat dijadikan narasumber dalam kondisi di mana narasumber utama tidak bisa dihubungi.

Narasumber tersier sebisa mungkin tidak menjadi pilihan.

Dalam kasus di atas, narasumber yang dipilih memang narasumber sekunder, tapi juga terlibat dalam kegiatan yang direncanakan.

Pada posisinya sebagai pegawai pemerintahan, informasi dari Humas Pemkot Bekasi ini bisa dianggap sebagai informasi yang sahih.

Apakah informasi tersebut harus langsung diklarifikasi langsung ke presiden?

Dalam ranah media daring, dikenal prinsip cover both sides secara gradual. Artinya, media memiliki tanggung jawab untuk tetap memastikan kebenaran informasi, namun tidak harus dilakukan di satu saat yang sama.

Ketika saya masih bekerja sebagai wartawan, salah seorang editor saya bersikeras tidak mau menaikkan tulisan karena narasumber yang dikutip hanya dari pihak polisi. Editor ini tidak merasa bahwa informasi polisi ini tidak logis.

Saya berpendapat bahwa lepas dari pandangan subjektif mengenai logis tidaknya informasi tersebut, berita tetap bisa naik dengan menjelaskan bahwa klarifikasi dari pihak lain tidak dimungkinkan karena orang tersebut sedang dalam tahanan polisi.

Bila memang situasi memungkinkan, maka cover both sides sebelum menaikkan berita pada media daring menjadi prioritas.

Namun, dalam kondisi di mana kedua belah pihak tidak bisa diakses dalam waktu berdekatan, maka bisa prinsip ini bisa tetap dilakukan di waktu yang berbeda.

Setidaknya ada dua cara untuk cover both sides bagi media daring.

Pertama, update terhadap informasi, termasuk memuat informasi yang berbeda dari narasumber yang lain, di berita yang sama. Hal ini juga biasa dilakukan oleh kantor berita besar, seperti Reuters dan AFP.

Kedua, pembaruan informasi bisa dilakukan pada berita yang berbeda.

Cara pertama dan kedua sama-sama benar. Dalam dunia di mana informasi mengalir tanpa henti, sulit untuk memberikan batasan terhadap kecukupan informasi satu berita. Ini hal yang sangat subjektif.

Selama media kemudian memberikan ruang bagi semua sisi yang berbeda terkait satu peristiwa, maka tidak bisa dikatakan bahwa media tersebut melakukan kesalahan, apalagi dituding sebagai penyebar hoaks.

Narasumber harus bertanggung jawab

Ketika saya meliput di istana pada 2010-2011, seorang menteri menjelaskan pada jurnalis istana bahwa terpidana Gayus Tambunan akan mendapatkan remisi.

Pernyataannya riil, didengar, direkam, dan dikutip di banyak media.

Keesokan harinya, narasumber ini mengatakan pada jurnalis di kantornya bahwa informasi tersebut salah.

Ketika dia berkunjung ke istana di kesempatan berikutnya, ia dikonfrontir oleh jurnalis istana dengan menunjukkan rekaman wawancara. Ia tidak bisa membantah bahwa itu adalah pernyataannya.

Ketidakakuratan informasi dari pihak yang berwenang bukanlah hal yang tidak biasa dalam jurnalistik. Dalam kasus seperti ini, informasi yang didapatkan jelas sahih.

Apakah bila informasi tersebut diklarifikasi oleh pihak berwenang maka berarti media melakukan kesalahan? Tidak.

Ralat atau kesalahan seharusnya justru dari pihak yang memberikan informasi. Media yang memberitakan kemudian wajib memuat klarifikasi ini.

Hal ini yang secara benar dilakukan oleh Pemkot Bekasi. Kepala Humas Pemkot Bekasi mengklarifikasikan informasi dengan menjelaskan mengenai tujuan kunjungan presiden ke Bekasi, yakni untuk meninjau persiapan penerapan prosedur new normal.

Di saat yang sama media yang sebelumnya mengutip Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Kota Bekasi juga memuat penjelasan ini.

Dilihat dari alur kronologisnya, maka untuk mengatakan bahwa media penyebar hoaks menjadi tidak akurat.

Dugaan tidak berdasar semacam ini tidak terjadi bila netizen juga mau meluangkan waktu menelusuri sumber informasinya.

Bijak bermedia sosial berarti juga belajar untuk melihat dari berbagai perspektif yang berbeda sebelum bersikap.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/28/063346365/media-online-dan-akurasi-pemberitaan-jokowi-buka-mal

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke