Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Epidemiolog: PSBB di DKI Jakarta Belum Efektif Kendalikan Massa

KOMPAS.com - Sejak 10 April 2020, DKI Jakarta telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan berlaku hingga 23 April mendatang.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan PSBB sebagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran dan penularan virus corona di Jakarta. Hingga update terakhir, telah ada 2.186 kasus positif virus corona di DKI Jakarta. 

Namun, epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, penerapan PSBB di DKI Jakarta sejauh ini masih belum efektif.

Sebab, pembatasan pergerakan manusia yang menjadi salah satu tujuan PSBB belum tercapai.

"Hal ini karena masih dibukanya pintu masuk kota atau arus transportasi umum menuju kota yang diakibatkan oleh masih beroperasinya beberapa usaha perdagangan," kata Dicky saat dihubungi, Senin (13/4/2020).

Test, trace, treat, dan isolate

Menurut dia, PSBB akan efektif jika strategi utama pandemi, yaitu test, trace, treat, dan isolate, bisa ditingkatkan.

Selain itu, Pemprov DKI juga harus bekerja sama dengan pemerintah daerah yang berbatasan langsung dengan Jakarta untuk mengendalikan pergerakan massa.

Artinya, seluruh wilayah yang berbatasan dengan Jakarta juga harus menerapkan PSBB, seperti yang akan dilakukan dalam beberapa hari mendatang.

Selain itu, Dicky menyebutkan, pihak terkait juga harus melakukan screening di semua pintu masuk Jakarta.

"Saya melihat banyak kriteria di atas yang relatif sulit dipenuhi atau perlu upaya besar untuk merealisasikannya," jelas dia.

"Itu sebabnya, dari awal Maret, saya cenderung mengusulkan untuk menerapkan karantina wilayah atau PSBB pada wilayah terkecil dan terutama pada klaster yang terdeteksi sejak awal," sambungnya.

Negara seluas Indonesia dengan karakteristik penduduknya, menurut Dicky, akan sangat sulit untuk diajak menerapkan pola PSBB.

Namun, apabila PSBB dilakukan pada cakupan wilayah yang kecil, seperti kecamatan atau kelurahan, akan relatif lebih mudah dikendalikan secara ketat.

Cocok merujuk Korea Selatan

Dicky menilai, strategi penanganan pandemi di Indonesia yang lebih cocok merujuk pada pola Korea Selatan.

"Dengan meningkatkan cakupan tes dan pelacakan kasus serta isolasi kontak secara masif dan agresif. Tes bisa ditarget 1.000 per 1 juta populasi," kata dia.

Menurut Dicky, strategi tersebut harus melibatkan unsur masyarakat, seperti RT atau RW, tokoh, dan pemuka untuk menjamin keberhasilannya.

Hal itu bisa dilakukan dengan mendirikan banyak klinik demam di setiap kelurahan atau kecamatan yang dilengkapi dengan tenaga dokter, perawat, dan laboran yang akan melakukan screening pasien-pasien demam.

Untuk memudahkan pengendalian, isolasi terpusat bisa menjadi langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah.

"Strategi klinik demam terbukti berhasil di China dan strategi isolasi terpusat juga terbukti berhasil di Korea Selatan dan Vietnam," kata Dicky.

Jika kebijakan PSBB diambil, maka setiap daerah harus siap dengan masa atau durasi PSBB yang panjang sekitar dua atau tiga bulan.

Namun, ia meyakini bahwa masa PSBB dengan durasi itu akan sangat berat untuk kondisi ekonomi masyarakat dan pemerintah.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/14/071000765/epidemiolog-psbb-di-dki-jakarta-belum-efektif-kendalikan-massa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke