Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Riset Terbaru National Academy of Sciences soal Penularan Virus Corona, Ini Hasilnya

Seperti dirilis sciencemag.org, melalui penelitian ini, NAS mengungkapkan bahwa virus corona jenis baru SARS-CoV-2 dapat menyebar melalui udara, tidak hanya lewat tetesan (droplet) yang berasal dari batuk atau bersin.

"Walaupun penelitian spesifik (corona virus) saat ini terbatas, hasil penelitian yang tersedia konsisten dengan aerosolisasi virus dari pernapasan normal," kata Dr. Harvey Fineberg, Ketua Komite National Academy of Sciences, seperti dilansir dari CNN, Kamis (2/4/2020).

Akan tetapi, jika virus corona bisa tersebar saat mengembuskan napas, perlindungan diri menjadi lebih sulit.

Hal ini memperkuat argumen bahwa semua orang harus memakai masker di depan umum untuk mengurangi penularan virus yang tanpa disadari dari pembawa asimptomatik (tanpa gejala).

Pada awal tahun ini, sempat terjadi perdebatan  ketika para peneliti melaporkan melalui The New England Journal of Medicine bahwa SARS-CoV-2 dapat berada di tetesan aerosol (kurang dari lima mikron), selama tiga jam dan berpotensi menular.

Dalam ulasan tersebut, Fineberg dan para peneliti NAS merujuk ke penelitian lain termasuk yang baru-baru ini dirilis Joshua Santarpia dan rekan-rekannya di University of Nebraska Medical Center.

Penelitian itu menemukan bukti soal viral load di ruang isolasi pasien yang dirawat karena Covid-19.

Viral RNA muncul pada permukaan yang sulit dijangkau, serta dalam sampel udara yang berjarak lebih dari dua meter dari pasien. Kehadiran RNA menunjukkan virus dapat menyebar melalui aerosol.

Meski demikian, Santarpia dan rekannya menyimpulkan bahwa mereka tidak menemukan partikel virus yang menular.

Dengan temuan potensi baru penularan ini, Fineberg mengatakan, ia akan mengenakan masker saat berpergian.

Terkait hal ini, Fineberg sudah mengirimkan surat ke Gedung Putih pada 1 April 2020 sebagai tanggapan atas permintaan Kelvin Droegemeier dari Kantor Kebijakan Sains dan Teknologi di Gedung Putih.

"Surat ini menjawab pertanyaan Anda tentang kemungkinan bahwa (corona virus) dapat disebarkan melalui percakapan, selain tetesan bersin atau batuk yang diinduksi," demikian bunyi surat tersebut.

"Saat ini penelitian yang tersedia mendukung kemungkinan bahwa virus corona dapat menyebar melalui bioaerosol yang dihasilkan langsung oleh pernapasan pasien," lanjut dia.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, virus menyebar dari orang ke orang dalam jarak sekitar enam kaki melalui tetesan yang dihasilkan dari batuk atau bersin orang yang terinfeksi.

Fineberg membenarkan hal tersebut.

Namun, penelitian itu menunjukkan bahwa tetesan aerosol yang dihasilkan saat berbicara atau bahkan mungkin hanya saat bernapas juga dapat menyebarkan virus.

Penelitian oleh Universitas Nebraska memaparkan, bahan genetik dari virus ditemukan di kamar pasien lebih dari enam kaki jauhnya dari pasien.

Fineberg mengatakan, ada kemungkinan bahwa tetesan virus corona aerosol dapat berada di udara dan berpotensi menginfeksi seseorang yang melintas.

Namun, ia menekankan, penularan virus corona tidak seperti campak dan TBC.

Lama bertahan virus corona di udara tergantung pada beberapa faktor, di antaranya berapa banyak virus yang dikeluarkan seseorang saat bernapas atau berbicara, dan bagaimana sirkulasi di udara.

"Jika Anda menghasilkan aerosol virus tanpa sirkulasi di suatu ruangan, dapat dibayangkan bahwa jika menjalaninya nanti, Anda bisa menghirup virus," kata Fineberg.

"Tapi jika kamu di luar, angin sepoi-sepoi mungkin akan membubarkannya," kata dia.

Sementara itu, para peneliti yang dipimpin oleh Yuan Liu di Universitas Wuhan di China menemukan virus corona baru dapat disuspensikan kembali di udara ketika petugas perawatan kesehatan melepaskan APD mereka, membersihkan lantai, dan bergerak melalui area yang terinfeksi.

Secara bersama-sama, kehadiran RNA virus dalam tetesan udara dan aerosol menunjukkan kemungkinan penularan virus melalui rute ini.

"(Saya) Lega melihat aerosolisasi diterima. Jalur udara tambahan ini membantu menjelaskan mengapa penyebarannya begitu cepat,” ujar seorang ahli kimia aerosol di University of California, San Diego, Kimberly Prather.

Mengutip penelitian Nancy Leung dari University of Hong Kong, dilakukan pengumpulan tetesan pernapasan dan aerosol dari pasien dengan penyakit yang disebabkan oleh virus.

Saat pengumpulan, beberapa pasien mengenakan masker bedah.

Masker mengurangi deteksi RNA corona virus di kedua tetesan, baik pernapasan dan aerosol. Akan tetapi hanya dari tetesan pernapasan di antara penderita influenza.

“Hasil kami memberikan bukti mekanistik bahwa sungkup muka bedah dapat mencegah penularan human corona virus dan infeksi virus influenza jika dipakai oleh individu yang bergejala,” tulis para ahli.

Sejauh ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat dan lembaga kesehatan lainnya bersikeras bahwa penularan utama terjadi melalui tetesan pernapasan yang lebih besar hingga satu mililiter.

Gravitasi menyebabkan tetesan-tetesan ini jatuh sehingga virus dapat tersimpan pada permukaan.

Seseorang bisa menyentuh permukaan benda yang terdapat virus dan menginfeksi diri sendiri saat menyentuh mulut, hidung, atau mata.

Adapun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam ringkasan ilmiah pada 27 Maret 2020 menyatakan bahwa transmisi aerosol mungkin terjadi dalam keadaan dan pengaturan spesifik yang menghasilkan aerosol, seperti saat pasien yang sakit parah diintubasi dengan tabung pernapasan.

Namun, para ahli WHO menyebutkan, analisis yang dilakukan terhadap lebih dari 75.000 kasus virus corona di China tidak mengungkapkan kasus penularan melalui udara.

Adapun penelitian seperti Santarpia mencatat bahwa deteksi RNA dalam sampel lingkungan berdasarkan tes berbasis PCR tidak menunjukkan virus dapat ditularkan.

Meski demikian, CDC tampaknya bersiap-siap untuk mengubah pendapatnya.

Menurut beberapa laporan berita, lembaga tersebut siap untuk merekomendasikan agar semua orang di Amerika Serikat mengenakan masker di depan umum untuk mengurangi penyebaran virus.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/03/190400965/riset-terbaru-national-academy-of-sciences-soal-penularan-virus-corona-ini

Terkini Lainnya

Mengenal Inafis, Peran, Tugas, dan Data yang Dimiliki

Mengenal Inafis, Peran, Tugas, dan Data yang Dimiliki

Tren
Daftar 92 Negara yang Mengakui SIM Internasional Indonesia, Mana Saja?

Daftar 92 Negara yang Mengakui SIM Internasional Indonesia, Mana Saja?

Tren
Sarkofagus Mumi Dihiasi Gambar Mirip Marge Simpson, Mesir Kuno Meramalkan The Simpsons?

Sarkofagus Mumi Dihiasi Gambar Mirip Marge Simpson, Mesir Kuno Meramalkan The Simpsons?

Tren
Indonesia Vs Filipina di Piala AFF U16 Malam Ini, Pukul Berapa?

Indonesia Vs Filipina di Piala AFF U16 Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
PPDB DKI Jakarta 2024 untuk SMP dan SMA  Jalur Zonasi: Link, Syarat, Cara Daftarnya

PPDB DKI Jakarta 2024 untuk SMP dan SMA Jalur Zonasi: Link, Syarat, Cara Daftarnya

Tren
Anies Mulai Ditinggal Pendukungnya di Pilpres 2024: PKS Usung Sohibul Iman, Nasdem Usul Sahroni

Anies Mulai Ditinggal Pendukungnya di Pilpres 2024: PKS Usung Sohibul Iman, Nasdem Usul Sahroni

Tren
Kronologi Konser Lentera Festival Berakhir Ricuh, Penonton Ngamuk Bakar Panggung

Kronologi Konser Lentera Festival Berakhir Ricuh, Penonton Ngamuk Bakar Panggung

Tren
Cara Cek NIK Sudah Jadi NPWP atau Belum, Paling Lambat 30 Juni 2024

Cara Cek NIK Sudah Jadi NPWP atau Belum, Paling Lambat 30 Juni 2024

Tren
Adakah Tanggal Merah di Bulan Juli 2024? Simak Rinciannya

Adakah Tanggal Merah di Bulan Juli 2024? Simak Rinciannya

Tren
Ramai soal Biaya Transaksi Naik Jadi Rp 150.000 per Bulan dan 'Unlimited', BSI Pastikan Hoaks

Ramai soal Biaya Transaksi Naik Jadi Rp 150.000 per Bulan dan "Unlimited", BSI Pastikan Hoaks

Tren
Ribuan Pasukan di Timur Tengah Siap Gabung Bersama Hezbollah, jika Israel Serang Lebanon

Ribuan Pasukan di Timur Tengah Siap Gabung Bersama Hezbollah, jika Israel Serang Lebanon

Tren
Taushiro Jadi Bahasa Terlangka, Hanya Digunakan Satu Orang di Dunia

Taushiro Jadi Bahasa Terlangka, Hanya Digunakan Satu Orang di Dunia

Tren
Marak Uang Palsu Dijual di Marketplace dengan Harga Beragam, BI Buka Suara

Marak Uang Palsu Dijual di Marketplace dengan Harga Beragam, BI Buka Suara

Tren
Sedang Merebak di Jepang, Kenali Gejala Awal Bakteri 'Pemakan Daging'

Sedang Merebak di Jepang, Kenali Gejala Awal Bakteri "Pemakan Daging"

Tren
Dikira Ramen, Tiktoker Jepang Masak Cendol dengan Tauge, Ini Reaksinya

Dikira Ramen, Tiktoker Jepang Masak Cendol dengan Tauge, Ini Reaksinya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke