Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Marak Viral Perundungan di Lingkungan Sekolah, Mengapa Selalu Terjadi?

Sejumlah video viral di beberapa daerah menjadi perhatian karena mempertontonkan aksi kekerasan siswa terhadap siswa lainnya.

Satu kasus di antaranya, MS (13) siswa SMPN 16 Kota Malang, Jawa Timur mengalami perundungan hingga jari tengah tangannya harus diamputasi.

Dua ruas di jari tengahnya dipotong karena sudah tidak berfungsi akibat luka lebam yang dideritanya saat di-bully oleh teman-temannya.

Operasi dilakukan tim medis Rumah Sakit Umum Lavalette, Kota Malang.

Selain itu, video penganiayaan siswa di SMP Muhammadiyah, Butuh, Purworejo juga viral di media sosial.

Video berdurasi singkat tersebut menunjukkan tiga siswa laki-laki menendang dan memukul seorang siswi perempuan yang tengah duduk di bangku.

Korban terlihat tidak melawan dan hanya menunduk.

Aksi perundungan tersebut justru diabadikan dalam sebuah video.

Mengapa hal seperti selalu terjadi, dan apa yang harus dilakukan?

Keinginan untuk mendominasi

Dosen Psikolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Laelatus Syifa mengatakan, pelaku perundungan melakukan hingga merekam video aksinya karena pelaku mempunyai keinginan untuk mendominasi dan mendapatkan posisi sosial dalam kelompoknya.

"(Pelaku berkeinginan) Terlihat sebagai anak yang kuat dan berkuasa, sehingga tidak heran jika mereka ada keinginan untuk menunjukkannya pada orang lain," kata Syifa saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/2/2020) sore.

Syifa menjelaskan, tidak ada penyebab tunggal mengapa seorang anak melakukan perundungan.

"Bisa jadi karena faktor keluarga, pengaruh teman sebaya dan faktor lain seperti lemahnya pengawasan sekolah dan lainnya," ujar dia.


Faktor keluarga dapat melatarbelakangi seorang anak mengalami frustasi hingga akhirnya mengalihkan rasa frustasi itu kepada temannya.

"Ingin menunjukkan bahwa dirinya kuat dan berkuasa, didikan orangtua yang permisif, tidak ada hubungan hangat dalam keluarga," lanjut Syifa.

Ia menambahkan, jika mengalami aksi perundungan, seseorang dapat menghindari pembully atau menghindari urusan dengan pelaku.

Selain itu, korban juga dapat mencari teman, meskipun tetap harus berlatih mandiri.

"Tetapi jangan malah menjauh dari sosial, tetapi mencari teman yang positif," kata dia.

Laporkan!

Korban perundungan, kata Syifa, harus memberanikan diri melaporkan peristiwa yang dialaminya kepada orang dewasa yang dapat dipercaya seperti guru dan orangtua.

Ia juga mengingatkan, orangtua memiliki peran penting dalam hal perundungan.

Orangtua tetap harus bersikap tenang dan menghindari sikap bertanya kepada anaknya dengan model interogasi.

Tindakan seperti ini akan membuat sang anak merasa terpojok.

"Sikap tenang akan menular pada anak, sehingga dia juga merasa yakin bahwa kita akan bisa membantunya," ujar Syifa.

Orangtua juga sebaiknya meluangkan waktu untuk mendengarkan, mendampingi, dan menyakinkan sang buah hati bahwa ini semua akan terlewati.

"Bantu anak untuk selalu berpikir positif, saling berbagi cerita bisa membantu anak," papar Syifa.


Jika korban bully menunjukkan trauma berlebih atau perubahan yang buruk dan terus-menerus, maka disarankan dapat meminta bantuan ahli.

Syifa mengimbau masyarakat untuk tidak menjadi pengamat terhadap aksi bullying dan tidak melontarkan kata-kata negatif pada pelaku.

"Dengan mencaci pelaku sebenarnya kita telah melakukan bullying juga," kata dia.

Hal yang perlu dilakukan di sini adalah mengevaluasi diri sendiri dan terus berusaha memberikan dampak positif bagi lingkungan.

Korban dan pelaku perundungan sama-sama perlu didampingi karena keduanya sebenarnya memerlukan pertolongan.

"Setiap orang bertarung dengan permasalahannya masing-masing, maka perhatian dan berbuat baik pada siapapun yang kita temui, besar maupun kecil akan berdampak pada mereka," ujar Syifa.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/02/14/054500165/marak-viral-perundungan-di-lingkungan-sekolah-mengapa-selalu-terjadi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke