Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Fenomena "Kepo", Mengapa Orang Cenderung Mengulik Masa Lalu?

KOMPAS.com - Saat aksi unjuk rasa yang digelar di depan Gedung DPR/MPR sejak pekan lalu, Senin (23/9/2019), salah satu pengguna media sosial mempersoalkan mengenai jejak digital ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Manik Marganamahendra di Twitter.

Akun bernama GabernerArabpatigenah, @ichwankalimasad menuliskan bahwa ayah Manik, Agung Anggoro Putro diduga pembenci Jokowi.

Selain itu, pengunggah juga melengkapi twitnya dengan beberapa foto tangkapan layar dari media sosial Facebook pada 7 Januari 2018 lalu.

Adapun apa yang dituliskan pengunggah belum jelas kebenarannya. Namun, hal itu bisa jadi menimbulkan salah paham bagi masyarakat.

Pendeskreditan mahasiswa

Menanggapi hal itu, pengamat media sosial Enda Nasution menyampaikan bahwa apa yang dituliskan akun @ichwankalimasad bukan termasuk provokasi.

"Dalam kasus di atas, bukan provokasi. Tapi, ada pihak-pihak yang berusaha saling mendeskreditkan pihak yang dianggap lawan," ujar Enda saat dihubungi Kompas.com, Senin (30/9/2019).

Menurutnya, dalam hal ini pihak mahasiswa dideskreditkan dengan mencari informasi-informasi, sehinggga dukungan publik hilang atau berkurang.

Tak hanya itu, Enda juga menjelaskan bahwa informasi yang beredar di media sosial bisa berindikasi benar atau sebaliknya.

"Informasi yang mendeskreditkan ini bisa benar atau bisa fabrikasi (hoaks). Semuanya dalam rangka perang pembentukkan opini di media sosial,"kata dia.

Menghancurkan lawan politik

Di sisi lain, psikolog asal Solo, Hening Widyastuti mengungkapkan bahwa adanya unggahan tersebut mengarah pada penggiringan pembaca, terutama pemilih Jokowi, supaya tidak menyukai sekaligus membenci ketua BEM UI.

"Hal tersebut membuat masyarakat pemilih Jokowi menjadi tidak suka, tidak respect, dan benci," ujar Hening saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Senin (30/9/2019).

Menurutnya, masyarakat mengetahui bahwa ketua BEM UI membawa aspirasi mahasiswa yang notabene anak muda masih murni, penuh idealisme dengan rasa nasionalisme yang tinggi.

Tetapi, dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini memungkinkan munculnya provokator yang bertujuan merancukan dan membuat situasi semakin tidak kondusif.

"Provokator akan melakukan apapun dan bagaimanapun untuk menghancurkan lawan politik," ujar Hening.

Ia mengatakan, cara yang mudah untuk menyebarkan berita keburukan atau kelemahan seseorang sampai menyebarkan kabar bohong atau hoaks, yakni melalui media sosial.

Saat ini, akses media sosial yang sangat terbuka memberi ruang yang sangat luas bagi masyarakat untuk mendapatkan kabar apapun, entah itu kabar benar (fakta) maupun hoaks.

Menilik dari adanya unggahan tersebut, Hening menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang harus belajar dan bersikap cerdas untuk menyaring akses berita di media sosial.

"Dengan situasi saat ini, banyak masyarakat kita yang bimbang dan bingung mana kabar yang benar dan mana yang hoaks," ujar Hening.

Menurutnya, dengan sikap bimbang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh provokator untuk menyerang seseorang yang tidak disukai, yakni dengan menyerang lawan politiknya dan memecah belah masyarakat.

Tak hanya itu, Hening juga mengatakan bahwa adanya sikap mementingkan kepentingan pribadi dan golongan dengan memecah belah masyarakat inilah justru termasuk sikap abai terhadap rasa nasionalisme.

Agar tidak terpengaruh

Sementara itu, Enda menyampaikan bahwa ada beberapa sikap yang bisa diterapkan agar tidak mudah terpengaruh dengan informasi yang belum jelas kebenarannya dan tidak terprovokasi.

Pertama, jika Anda mendapatkan informasi, lakukan penelusuran sendiri mengenai kebenaran informasi tersebut.

"50 persen informasi yang beredar melalui media sosial dan grup-grup chat asumsikan salah," ujar Enda.

Kedua, jangan emosional atau terlalu cepat mengambil kesimpulan.

"Ingat bahwa setiap informasi di saat kondisi rusuh, maka memiliki motivasi untuk mendeskreditkan lawan," kata dia.

Kemudian, rancang dan bentuk pendapat atau opini sendiri, betulkan, dan ingatkan lingkungan sekitar.

Apabila tidak bisa mengingatkan lingkungan sekitar, setidaknya Anda tidak ikut menyebarkan informasi yang belum tentu benar.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/01/074000565/fenomena-kepo-mengapa-orang-cenderung-mengulik-masa-lalu

Terkini Lainnya

Kesaksian Warga Palestina yang Diikat di Kap Mobil dan Dijadikan Tameng oleh Tentara Israel

Kesaksian Warga Palestina yang Diikat di Kap Mobil dan Dijadikan Tameng oleh Tentara Israel

Tren
Ethiopia Selangkah Lagi Miliki Proyek Bendungan PLTA Terbesar di Afrika

Ethiopia Selangkah Lagi Miliki Proyek Bendungan PLTA Terbesar di Afrika

Tren
Jet Tempur Israel Serang Klinik di Gaza, Runtuhkan Salah Satu Pilar Kesehatan Palestina

Jet Tempur Israel Serang Klinik di Gaza, Runtuhkan Salah Satu Pilar Kesehatan Palestina

Tren
Sama-sama Baik untuk Pencernaan, Apa Beda Prebiotik dan Probiotik?

Sama-sama Baik untuk Pencernaan, Apa Beda Prebiotik dan Probiotik?

Tren
Dilirik Korsel, Bagaimana Nasib Timnas Indonesia jika Ditinggal STY?

Dilirik Korsel, Bagaimana Nasib Timnas Indonesia jika Ditinggal STY?

Tren
Ramai soal Siswi SMAN 8 Medan Tak Naik Kelas, Ini Penjelasan Polisi, Kepsek, dan Disdik

Ramai soal Siswi SMAN 8 Medan Tak Naik Kelas, Ini Penjelasan Polisi, Kepsek, dan Disdik

Tren
Perang Balon Berlanjut, Kini Korut Kirimkan Hello Kitty dan Cacing ke Korsel

Perang Balon Berlanjut, Kini Korut Kirimkan Hello Kitty dan Cacing ke Korsel

Tren
Perjalanan Kasus Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Rugikan Negara Rp 1,8 T

Perjalanan Kasus Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Rugikan Negara Rp 1,8 T

Tren
Ini Kronologi dan Motif Anak Bunuh Ayah Kandung di Jakarta Timur

Ini Kronologi dan Motif Anak Bunuh Ayah Kandung di Jakarta Timur

Tren
Pasangan Haji Meninggal Dunia, Jalan Kaki Berjam-jam di Cuaca Panas dan Sempat Hilang

Pasangan Haji Meninggal Dunia, Jalan Kaki Berjam-jam di Cuaca Panas dan Sempat Hilang

Tren
Kata Media Asing soal PDN Diserang 'Ransomware', Soroti Lemahnya Perlindungan Siber Pemerintah Indonesia

Kata Media Asing soal PDN Diserang "Ransomware", Soroti Lemahnya Perlindungan Siber Pemerintah Indonesia

Tren
Populasi Thailand Turun Imbas Resesi Seks, Warga Pilih Adopsi Kucing

Populasi Thailand Turun Imbas Resesi Seks, Warga Pilih Adopsi Kucing

Tren
Kisah Nenek Berusia 105 Tahun Raih Gelar Master dari Stanford, Kuliah sejak Perang Dunia II

Kisah Nenek Berusia 105 Tahun Raih Gelar Master dari Stanford, Kuliah sejak Perang Dunia II

Tren
Kronologi dan Kejanggalan Kematian Afif Maulana Menurut LBH Padang

Kronologi dan Kejanggalan Kematian Afif Maulana Menurut LBH Padang

Tren
7 Fakta Konser di Tangerang Membara, Vendor Rugi Rp 600 Juta, Ketua Panitia Diburu Polisi

7 Fakta Konser di Tangerang Membara, Vendor Rugi Rp 600 Juta, Ketua Panitia Diburu Polisi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke