Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adriano dan Cerita di Balik Kedahsyatan Shot Power 99

Kompas.com - 18/02/2024, 19:00 WIB
Ervan Yudhi Tri Atmoko

Penulis

KOMPAS.com - Meski sinarnya tak bertahan lama, Adriano Leite Ribeiro akan selalu dikenang berkat gol-gol spektakuler dengan kaki kirinya. Nama Adriano juga bakal diingat sebagai salah satu pemain paling ikonik di gim Pro Evolution Soccer.

Mantan striker Inter Milan dan timnas Brasil, Adriano, genap berusia 42 tahun pada Sabtu (17/2/2024).

Menyumbang 74 gol dari 177 penampilan bagi Inter Milan, Adriano adalah cult hero di kalangan pendukung I Nerazzurri.

Nama Adriano juga akan selalu melekat bagi penggemar gim sepak bola besutan Konami, Pro Evolution Soccer (PES), yang kini berevolusi menjadi eFootball.

Adriano merupakan pemain favorit di gim Pro Evolution Soccer, khususnya pada PES edisi 5 dan 6. Di gim tersebut, penyerang kidal itu digambarkan sebagai pemain overpower.

Adriano versi PES 6 misalnya. Ia diberi atribut attack 90, body balance 98, dan yang paling dahsyat adalah shot power 99.

Baca juga: Juara eAsian Cup 2023, Terima Kasih eTimnas Indonesia untuk Skuad Garuda

Di dunia nyata, Adriano pada masa jayanya memang menjadi salah satu striker paling mematikan.

Dengan tubuh bongsor, ia tak mudah dijatuhkan lawan. Adriano makin mengerikan karena ia punya kemampuan olah bola mumpuni plus kaki kiri maut.

Gol-gol spektakuler yang diawali aksi solo menaklukkan bek-bek lawan lalu diakhiri tembakan kencang kaki kiri kerap diciptakan oleh Sang Kaisar, julukan Adriano.

Kemampuan Adriano di dunia nyata itu diadaptasi secara sempurna oleh Konami di gim Pro Evolution Soccer.

Lantas bagaimana ceritanya Konami menjadikan Adriano pemain overpower di gim ciptaan mereka?

Dilansir dari majalah Mundial, kedahsyatan Adriano dengan shot power 99 di gim PES tak lepas dari campur tangan Produser Eksekutif Konami, Shingo "Seabass" Takatsuka.

Adriano adalah pesepak bola favorit Seabass. Oleh sebab itu, ia memastikan bahwa Adriano menjadi pemain dengan tembakan paling kuat di gim.

Atribut dahsyat Adriano pun melengkapi skuad ikonik Inter Milan di PES 6 bersama pemain-pemain idola gamers lain macam Zlatan Ibrahimovic dan Alvaro Recoba.

Kehancuran karier Sang Kaisar

Setelah kepergian Christian Vieri, Adriano menjadi tumpuan utama Inter Milan di barisan depan.

Pada musim 2005-2006, Adriano mampu mencetak 13 gol dari 30 penampilan di Serie A.

Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, Adriano kian akrab dengan inkonsistensi. Di luar lapangan, ia mulai bersentuhan dengan alkohol dan kehidupan malam.

Pada 2006, Adriano sempat dua kali dicoret oleh pelatih timnas Brasil, Dunga, lantaran kedapatan berpesta di klub malam.

Sementara itu di Inter Milan, ketajaman Adriano mulai luntur di mana ia cuma bisa mencetak lima gol dari 23 penampilan liga musim 2006-2007.

Padahal, saat itu Adriano tengah berada di usia emas seorang pesepak bola yaitu 25 tahun.

Baca juga: Mauro Camoranesi, Pembelot Argentina yang Melegenda di Italia

Usut punya usut, ada alasan memilukan di balik merosotnya penampilan Adriano.

Kematian sang ayah pada 2004 membuat Adriano begitu terpukul. Hal ini diungkapkan oleh Javier Zanetti.

"Ketika mendapatkan telepon soal kematian ayahnya, kami berada di kamar. Dia (Adriano) membanting telepon dan mulai berteriak dengan cara yang tidak bisa dibayangkan," ungkap Zanetti kepada TuttoMercato pada 2017 lalu.

"Sejak saat itu, Massimo Moratti (Presiden Inter Milan) dan saya memperlakukannya sebagai adik. Dia terus bermain sepak bola, mencetak gol dan mendedikasikan golnya untuk ayahnya dengan menunjuk langit. Namun, setelah panggilan telepon itu, tidak ada yang sama seperti sebelumnya."

Kegagalan menjaga Adriano diakui Zanetti sebagai kekalahan terbesar dalam karier mantan kapten Inter Milan tersebut.

"Kami tidak bisa menariknya keluar dari terowongan depresi. Itu adalah kekalahan terbesar saya. Saya merasa tidak berdaya."

Adriano memberikan applause kepada rekan setimnya dalam pertandingan Liga Champions Inter Milan vs Manchester United di Stadion Giuseppe Meazza pada 24 Februari 2009. Foto: DAMIEN MEYER/AFP.AFP/DAMIEN MEYER Adriano memberikan applause kepada rekan setimnya dalam pertandingan Liga Champions Inter Milan vs Manchester United di Stadion Giuseppe Meazza pada 24 Februari 2009. Foto: DAMIEN MEYER/AFP.

Pada 2018 lalu, Adriano membuat pengakuan bahwa ia merasa begitu menderita setelah kehilangan sosok ayah.

"Hanya saya yang tahu betapa besar penderitaan yang saya rasakan. Kematian ayah telah menghadirkan kekosongan besar dalam hidup saya dan merasa sangat kesepian."

"Segalanya menjadi semakin buruk karena saya mengisolasi diri sendiri. Saat itu di Italia, saya sendirian, sedih, dan depresi, yang membuat saya mulai minum alkohol."

"Saya hanya merasa bahagia ketika minum dan melakukannya setiap malam yang membuat saya harus meninggalkan Inter Milan," tutur Adriano.

Meski kariernya berakhir menyedihkan, Adriano tetap mendapatkan pengakuan atas kehebatannya di lapangan hijau.

Pada Mei 2021 lalu, Federasi Sepak Bola Brasil (CBF) memasukkan nama Adriano ke dalam Walk of Fame yang berada di luar Stadion Maracana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com